Pada bagian ini, akan dibahas hasil penelitian yang memperlihatkan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah diterapkan pendekatan discovery learning. Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran penguasaan siswa terhadap materi setelah pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II serta hasil observasi selama pelaksanaan tindakan.
Data penelitian ini diolah dalam 2 cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi siswa pada setiap pertemuan, sedangkan data yang dianalisis secara kuantitatif adalah nilai – nilai siswa yang diperoleh melalui tes yang diberikan. Skor atau nilai tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu metode pengolahan data yang menunjukkan karakteristik data dalam ukuran nilai angka yang dapat menggambarkan karakterisrtik data secara jelas. Ukuran nilai angka tersebut adalah rata – rata, standar deviasi, median, varians, skor maksimum, skor minimum yang dicapai siswa pada tes tersebut.
Siklus I
1.Tahap Perencanaan ( planning )
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
a.Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) mata pelajaran matematika siswa kelas VIIIa dengan tujuan untuk mengalokasikan waktu yang akan digunakan.
b.Membuat dan mempersiapkan lembar observasi siswa ( LOS ) untuk mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
c.Menyiapkan alat peraga atau model bangun yang akan digunakan dalam pembelajaran.
d.Menyiapkan lembar kerja siswa.
e.Memvalidasi instrument tes
2.Pelaksanaan Tindakan ( action )
Kegiatan yang dilakukan pada atahap ini adalah :
1.Tahap pendahuluan
a.Mengabsen kehadiran siswa
b.Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa
c.Memberi apersepsi yaitu menyampaikan kepada siswa tentang pendekatan pembelajaran yang digunakan pada materi kubus dan balok adalah pendekatan discovery learning yaitu pendekatan yang melatih siswa untuk menemukan dan menggali sendiri pengetahuannya.
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan tata nalar dan dalam prosesnya banyak melakukan perhitungan. Beberapa pakar yang mendefinisikan pengertian matematika sebagaimana dikemukakan oleh Dr.Mulyono Abdurahman (2003 : 252) antara lain :
Johnson dan Myklebust, mengemukakan bahwa “ matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir “.
Kline, mengemukakan bahwa “ matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif “.
Matematika dikemukakan oleh banyak ahli dalam bukunya H.Erman Suherman, dkk antara lain :
James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep – konsep yang berhungan satu dengan yang lainnya dalam jumlah yang banyak yang terbagi kedalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri”.
Selain itu, Johnson dan Rissing (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat. Representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”.
Pendidikan merupakan kesatuan dari sub – sub sistem pendidikan. Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan ini dinamakan proses pendidikan. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan memperoleh masukan dari lingkungan ( suprasistem ) dan memberikan hasil/keluaran bagi supra sistem tersebut.
Hasil pendidikan merupakan indikator efektifitas dan efisiensi proses pendidikan. Dari hasil pendidikan, sistem pendidikan memperoleh umpan balik terhadap cara kerja dan proses pendidikan yang sudah berjalan. Umpan balik tersebut digunakan oleh sistem pendidikan sebagai masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan.
Dalam proses pendidikan guru memegang peranan penting dalam pendidikan.
Guru sangat berperan penting dalam menentukan keberlangsungan proses belajar siswa. Pengertian yang umum dipahami orang awam dibidang pendidikan memaknai bahwa mengajar merupakan penyampaian pengetahuan kepada siswa. Dari pengertian semacam ini, timbul gambaran bahwa peranan dalam proses belajar mengajar dominan dipegang oleh guru, siswa hanya bersifat pasif. Oleh karena itu, konsep mengajar guru dalam pembelajaran matematika harus diubah. Saat ini paradigma ” guru mengajar “ berubah menjadi paradigma “ guru membelajarkan siswa “ (materi pelatihan terintegrasi, 2005 :5).
Dalam era industrialisasi, bangsa indonesia membulatkan tekadnya untuk mengembangkan budaya belajar yang menjadi prasyarat berkembangnya budaya ilmu pengetahuan dan teknologi ( IPTEK ). Namun, dalam mengembangkan budaya belajar tersebut perlu di upayakan belajar dan bagaimana belajar itu sendiri harus diwujudkan. Dengan kata lain, budaya belajar sebagai budaya yang akan dikembangkan, tidak bisa dipisahkan dengan pemaknaan hakikat manusia baik yang belajar maupun yang membelajarkan. Pengembangan budaya belajar bukan hanya pada satu disiplin ilmu saja , tetapi dikembangkan disemua disiplin ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah disiplin ilmu matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari pendidikan dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Matematika juga harus mampu menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan daya nalar siswa dan dapat meningkatkan kemampuan menerapkan ilmu matematika untuk menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, pada kenyataannya matematika dianggap sebagai sesuatu yang sangat sulit dan cukup banyak siswa tidak menyukai pelajaran matematika, dalam benak mereka matematika itu merupakan mata pelajaran yang sangat sukar dan sulit dimengerti. Padahal, sesungguhnya unsur-unsur matematika itu menyertai kita dalam kehidupan sehari-hari. Lalu mengapa matematika itu begitu sulit dan menakutkan? boleh jadi karena pembelajarannya yang salah atau mungkin juga karena sengaja dikesankan bahwa matematika itu sulit.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru sangat memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Karena pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi sedemikian sehingga akan berdampak positif pada hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan. Disamping itu, dalam keseluruhan proses belajar mengajar terjadilah interaksi antara berbagai komponen. Salah satunya komponen yang paling utama adalah siswa. Siswa selalu dituntut aktif dalam proses belajar terutama dalam hal bertanya, dan mampu menyelesaikan atau memecahkan permasalahan. Bertanya merupakan salah satu kegiatan utama dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Semakin aktif siswa bertanya semakin Ia memahami materi pelajaran sehingga akan membuahkan hasil yang positif. Sedangkan pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk melatih siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul . Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, tetapi dapat pula membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan ketrampilan tertentu. Hal ini mengarahkan perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika seperti jujur, disiplin, tepat waktu dan tanggungjawab. Cara berpikir seperti ini dapat dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa berpikir rasional.
Berdasarkan hasil pengamatan di tempat PML terdapat beberapa masalah dalam pembelajaran matematika yaitu :
1. Siswa menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat sulit.
2. Pembelajaran hanya berpusat pada guru. Hal ini berkaitan dengan model pembelajaran yang digunakan guru yaitu pembelajaran yang kurang berorientasi pada siswa. Siswa hanya mencatat dan mendengarkan serta melakukan kegiatan sesuai perintah guru.
3. Hasil pembelajaran yang diperoleh siswa setelah mengadakan evaluasi masih jauh di bawah rata-rata (dibawah standar). hal ini berkaitan dengan pemahaman siswa yang masih kurang.
Dengan memperhatikan hal tersebut, seorang guru dituntut untuk dapat memilih /model/pendekatan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa untuk belajar matematika. Salah satu alternatif yang dicoba untuk dapat meningkatkan hasil belajar matematika yaitu pembelajaran berdasarkan masalah (problem solving). Pada pembelajaran pemecahan masalah atau berdasarkan masalah, siswa bukan hanya dihadapkan oleh masalah yang pada akhirnya dapat memecahkan masalah tetapi juga siswa belajar sesuatu yang baru. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan ketrampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Berdasarkan dari beberapa fakta di atas, maka peneliti mencoba menggunakan penerapan model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep materi/pokok bahasan perkalian.
B. PEMBATASAN MASALAH
Untuk menghindari adanya penafsiran ganda terhadap variabel yang diteliti maka peneliti membatasi hal-hal dalam melakukan penelitian yaitu:
1. Penelitian dilaksanakan pada SDIT AL IZZAH kelas IIIB Kota Sorong
2. Penelitian terbatas pada pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving)
3. Penelitian ini mencakup hasil belajar siswa SDIT AL IZZAH Kota Sorong dengan materi ajar perkalian .
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :” Apakah dengan penerapan model pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IIIB SDIT AL IZZAH Kota Sorong tahun pelajaran 2008/2009 dengan materi ajar perkalian”?
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi peneliti mengenai hasil dari penerapan model pembelajaran pemecahan masalah (Problem solving)
2. Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa mengenai materi/pokok bahasan perkalian melalui penerapan model pembelajaran pemecahan masalah
b. Untuk melatih siswa memecahkan permasalahan.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Berdasarkan judul penelitian, peneliti mendefinisikan istilah-istilah atau variabel dalam penelitian sebagai berikut :
1. Hasil Belajar Matematika
a. Hasil Belajar
Berdasarkan hakikatnya hasil belajar adalah kemampuan yang di peroleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.
b. Matematika
Matematika adalah bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dan memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
Jadi, hasil belajar matematika adalah kemampuan yang diperoleh siswa pada perhitungan dan penalaran matematika setelah melalui kegiatan belajar.
2. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a. Masalah adalah suatu kondisi yang sulit dan tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara yang rutin, tetapi penyelesaiannya memerlukan penerapan berbagai kemampuan seperti aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
b. Memecahkan suatu masalah adalah suatu aktifitas dasar manusia, karena dalam kehidupan kita selalu berhadapan dengan masalah-masalah, olehnya itu kita perlu mencari penyelesaiannya.
Jadi, model pemecahan masalah adalah penggunaan model pembelajaran dalam kegiatan belajar dan mengajar dengan jalan melatih siswa mengahadapi berbagai masalah pribadi dan kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapakn dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pengembangan model pembelajaran.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan penerapan model pemecahan masalah ( problem solving ).
b. Bagi peneliti
Sebagai umpan balik (feed back) bagi peneliti dalam proses belajar mengajar bidang studi matematika.
d. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
TIFAH WARDA TUHUTERU, 2009 : “Peningkatan hasil belajar matematika
melalui pendekatan pemecahan masalah pada siswa kelas IIIB SDIT AL IZZAH Kota sorong
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas ( class room action research ) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IIIB SDIT Kota Sorong dengan jumlah 16 siswa. Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan, 3 kali pertemuan untuk kegiatan pembelajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes hasil belajar. Adapun siklus ke II dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, 2 kali pertemuan untuk kegiatan pembalajaran dan 1 kali pertemuan untuk tes hasil belajar. Pengambilan data dilakukan melalui tes untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi. Serta lembar observasi sebagai data pendukung untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dalam pembelajaran. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil tes siswa dianalisis secara kuantitatif, sedangkan lembar observasi dianalisis secara kulitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Terjadi peningkatan untuk semua indikator. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi siswa dari masing-masing siklus. Skor rata-rata keaktifan siswa pada siklus I sebesar 30,35 % meningkat menjadi 56,25 % pada siklus ke II.
Terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Rata-rata siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus I yaitu 60 dan pada siklus ke II, nilai rata-rata siswa mencapai skor 91,25
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran pemecahan masalah, maka hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
3.1 PROSEDUR PELINDUNGAN ANAK Perhatian terhadap anak di suatu masyarakat atau bangsa paling mudah dapat di lihat dari berbagi produk peraturan perundang –undangan yang menyangkut perlindungan hak-hak anak yang manakala penelusuran itu menghasilkan kesimpulan bahwa di suatu masyarakat telah memiliki perangkat peraturan perundang-undang yang memadai, maka perhatian yang selajutnya harus di arahkan pada pencari informasi mengenai penegakan peraturan Perundang-undangan itu. Penegakan hukum dalam perlindungan hak-hak anak ini terkait masalah politik sosial dan politik kesejahtraan anak yang berlaku atau di berlakukan di suatu masyarakat atau Negara tertentu pada satu pihak dan kondisi sosialkultur masyarakat di mana peraturan perundang-undangan yang menyangkut kesejahtraan anak dan perlindungan anak.
45
3.2. TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SEMENTARA DAN PERINTAH PERLINDUNGAN ANAK Adapun cara dan teknis pemberian perlindungan sementara dan pemerintah perlindungan sebagai berikut;
1. Apabila terjadi tindak pidana kekerasan pada anak baik kekerasan (Kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran baik di bidang pendidikan kesehatan maupun kesejahtraan anak) korban yang mendengar dan melihat, dan mengetahui terjadinya kekerasan pada anak dapat melaporkan pada pihak kepolisian setempat (pasal 69 ayat 1 dan 2 UU no 23 tahun 2002 tentang perlingdungan anak) adalah13
A. Perlindungan khusus bagi korban kekerasan sebagaimana yang di maksud dalam pasal 59 meliputi kekerasan fisisk, psikis, dan seksual di lakukan melalui upaya. penyebarluasan sosialisasi ketentuan peraturan undang –undang yang melindungi anak korban tindak kekerasan;dan
B. Setiap orang di larang menepatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana di maksud dalam ayat (1).
Korban yang berhak melaporkan secara langsung kekerasan yang di lakukan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga kepada polisi baik kepada korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Korban yang membarikan kuasa kepada keluarga atau orang lain penganiyaan yang di lakukan oleh orang tua kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berda maupun di tempat kejadiaan perkara.
13Delikuensi anak.prof paulus hadissuprapto,sh.2008.semarang.hal.162 dan 167. www.Uu 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.com@.
46
Pada awalnya triminologi kekerasan atau child abuse dari dunia kedokteran malaporkan kasus yang berupa gejala –gejala klinik seperti patah tulang yang majemuk (multi flactures) pada anak atau bayi di sertai pendarahan tanpak di ketahui sebabnya dan melaporkan 4 rumah sakit di sorong yang terjadi 12 kasus tindak kekerasan terhadap anak di mana yang 5 orang meningal dunia akibat penganiyaan yang di alami anak. Dengan istilah battered child syndrome adalah setiap keadaan yang di sebabkan kurangnya perawatan dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh selain itu. Battered child syndrome istilah lain yang menggambarkan kasus penganiyaan yang di alami oleh anak-anak yang meliputi ganguan fisik, juga ganguan emosi dan adanya akibat asuhan yang tidak memadai, ekploitas seksual dan ekonomi, pemberian makanan yang tidak layak bagi anak-anak atau makanan kurang gizi, pengabaian pendidikan kesehatan, dan kekerasan yang berakaitan dengan medis.
30
Kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekerasan /otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/ pengasuhnya dan orang tua, yang berakibat penderita, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiyaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak jika kekerasan anak dalam rumah tangga di lakukan oleh orang tua maka hal tersebut dapat di sebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitan baik secara fisik maupun mental di luar batasan tertentu terhadap orang lain di dalam satu rumah seperti dalam pasangan hidup, anak, orang tua dan tindak kekerasan tersebut di lakukan di dalam rumah tangga . 6(www.psikologis komnas perlindungan anak)
“PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIYAYAAN DI LAKUKAN OLEH IBU KANDUNG.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi undang –undang Republic Indonesia undang-undang republic nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Serta penyebab timbulnya penganiayaan terhadap anak dan prosedur penyelesaian perlindungan anak menurut UU yang berlaku di Indonesia, dan akibat –akibat yang di timbulkan dari penganiyaan anak secara psikologis.
Penelitian ini di laksanakan di kantor kepolisian dan pengadilan negeri di sorong dilakukan dengan pendekatan normative yuridis dan bersifat analisis deskritif melalui ternik analisa kulitatif terhadap data primer dan data sekunder yang mendukung perlaksanaan masyarakat yang di teliti.
Hasil penelitian yang menunjukan bahwa:
Imlementasi undang-undang republic Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, undang –undang republic nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak belum di laksanakan di seluruh provisi di Indonesia karena saat ini banyak polimic atas di keluarkanya peraturan PRESIDEN tersebut baik pihak yang setuju maupun pihak yang keberatan .
Ketentuan perlaksaan Undang –undang republic nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak .
Penyebab timbulnya penganiyayaan terhadap anak dan prosedur penyelesaian perlindungan anak menurut UU dan HUKUM yang berlaku di Indonesia, serta akibat- akibat yang di timbulkan dari penganiayaan anak secara psikologis
Bangsa Indonesia dari mulai merdeka sampai saat ini masih mengalami perkembangan baik dari segi Pembangunan, Perkembangan Wilayah, (khususnya papua sekarang) Budaya, dan Pendidikan, dengan berjalannya perkembangan tersebut tidak sedikit hambatan dan permasalahan yang muncul.
Permasalahan yang timbul diantaranya adalah masalah pendidikan, oleh karena itu perkembangan tidak akan berjalan dengan baik kalau tidak seimbang dengan mutu pendidikan yang sedang di alami oleh anak-anak bangsa kita saat ini maka perkembangan selanjutnya pasti akan mengalami penurunan, jadi salah satu masalah Bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Untuk itu perbaikan, perhatian dan peningkatan mutu pendidikan merupakan hal pokok yang perlu menjadi perhatian, karena peningkatan mutu pendidikan merupakan kebutuhan utama dalam program pembangunan Nasional.
Pada saat melaksanakan Praktek Mengajar Lapangan (PML) pada salah satu sekolah yaitu SMP Negeri 5 Sorong, setelah penulis mengamati dari hasil ulangan harian dan ulangan semester ternyata hasilnya masih rendah nilai rata-rata matematika siswa berkisar 45 yang dalam kategori penilaian termasuk kategori rendah. Rendahnya nilai yang dicapai atau rendahnya mutu pendidikan di sekolah ini, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor siswa saja, tapi sangat ditentukan pula metode atau pendekatan yang digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar.
Dengan melihat keadaan yang begitu memprihatinkan, penulis akan mencoba mengatasi permasalahan tersebut dengan mengadakan inovasi didalam strategi pembelajaran dikelas. Salah satu “konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari-hari” yaitu Pendekatan Kontekestual (Contextual Teaching and Learning)” dengan konsep ini hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa, lebih mudah dipahami siswa dan akhirnya siswa menjadi tertarik belajar matematika, dan terjadi peningkatan hasil belajar matematika sesuai dengan pendapat dalam bukunya (Sungkowo,2003:1) “Belajar matematika akan lebih bermakna jika anak ‘mangalami’ apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahui-nya”. Pembelajaran yang menguasai target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. (Budiningsih,2004:97) Dalam bukunya dikatakan bahwa “ Keaktifan siswa menjadi unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktifitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal”.
Berdasarkan pengalaman penulis pada saat PML terhadap proses pembelajaran siswa kelas VIII F SMP Negeri 5 perlu adanya strategi pembelajaran baru, sehubungan dengan permasalahan diatas penulis akan mengadakan penelitian tindakan kelas yang berjudul “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kontekstual pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 5 Sorong”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII F SMP Negeri 5 Sorong dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kontekstual dengan melakukan tindakan kelas?”
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan ingin mengetahui peningkatan hasil belajar siswa Kelas VIII F SMP Negeri 5 Sorong melalui pembelajaran kontekstual.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini diharapakan memberi manfaat kepada berbagai aspek diantaranya :
a. Bagi Siswa
Diharapkan siswa dapat menanamkan konsep dengan baik dan dapat menyelesaikan permasalahan sehari hari yang berkaitan dengan matematika, memudahkan siswa dalam mempelajari materi matematika ketingkat berikutnya sesuai dengan kondisi mereka sehingga mereka termotivasi untuk mempelajari matematika pada akhirnya nilai matematikanya meningkat, setelah diterapkanya model pembelajaran kontekstual.
b. Bagi Guru
Guru dapat mengetahui metode yang harus diterapkan pada saat mengajar kepada siswa agar siswa dapat menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan penuh makna dan bermanfaat,sehingga guru dalam mengajar tidak sia-sia dan mengetahui sejauh mana model pembelajaran kontekstual diterapkan.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk sekolah, diantaranya dapat memberi informasi tentang pentingnya pembelajaran kontekstual dalam pengembangan mutu dan hasil belajar untuk masa yang akan mendatang.
E. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah-istilah yang digunakan pada saat penelitian maka akan diuarikan istilah-istilah sebagai berikut : Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Untuk mendowunload file di atas dalam format PDF, Silahkan klik link di bawa h ini
4.1. PENJELASAN MOTIVASI MANDOR TERHADAP KINERJA KERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI
Pada umumnya pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi memerlukan kerja keras dari pada pekerja guna mencapai hasil yang maksimal. Mereka sulalu diharapkan bisa memberikan loyalitas yang tinggi kepada pekerjaan yang mereka lakoni. Sesuai dengan judul penelitian, maka pada bab ini penilis akan menjelaskan bebrapa hal yang bisa memberikan motifasi mandor terhadap meningkatkan kinerja kerjanya terhadap pekerjaan lapangan proyek konstruksi pembangunan gedung keuangan Negara kota Sorong. Disamping itu juga, kami akan membahas beberapa masalah serta memberikan solusinya.
4.2. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMOTIVASI KERJA MANDOR
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa motivasi adalah setiap orang melakukan pergerakan yang berupa kegiatan karena adanya suatu harapan yang menganggap bahwa dengan adanya pergerakan tersubut, akan mampu mencapai suatu yang dimaksud atau tujuan yang ingin dicapai. Motivasi dapat menyebebkan setiap orang mempunyai dorongan sehingga timbul kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan tertentu.
Setelah mengkaji semua faktor motivasi, dapat di simpulkan bahwa motivasi adalah suatu hal yang sangat rumit dan bersifat abstrak serta subjektif.
Salah satu teori harapan ( expectancy theory ) yang dikembangkan oleh vroom menyatakan bahwa kinerja ( pervormance ) adalah fungsi dari motivasi (motivation) dan kemampuan ( ability ). Dengan demikian, jelas bahwa apabila motivasi dari anggota organisasi ditingkatkan dalam hal ini mandor, maka kinerjanya meningkat pula. Dari salah satu riset yang dilakukan oleh Eko Parmadi di Yogyakarta, diperoleh faktor yang dominan yang mempengaruhi motivasi mandor konstruksi, yaitu bila diberikan stimulus yang dapat meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan soasial, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebuituhan pokok (primer) dan pemberian bonus, diyakini dapat meningkatkan kinerja mandor.
Namun pada proyek pembangunan gedung keuangan Negara Kota Sorong, selain dari pada hal-hal diatas ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi motivasi kerja mandor sesuai dengan penelitian, faktor-faktor itu antara lain:
4.2.1 Keamanan Lokasi Proyek
Tujuan utama site security adalah sebagai berikut :
Keamanan dari pencuri
Keamanan dari penyalahgunaan .
Keamanan dari perampokan
Kebutuhan dan jenis keamanan tidak sama dari satu proyek terhadap proyek lain, tetapi disesuaikan dengan kondisi sekitar proyek. Data tentang tingkat pencurian serta besarnya nilai barang yang akan diamankan. Pada umumkan, system keamanan yang harus digunakan adalah pagar lokasi proyek, pagar pengaman di dalam lokasi proyek dan penjaga malam.
Pengamanan lokasi proyek sangat mempengaruhi kegiatan pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Berdasarkan hasil wawancara langsung pada proyek tempat penelitian, maka didapat suatu kesimpulan bahwa keamanan lokasi proyek sangat mempengaruhi motivasi kerja. Berikut tanggapan pekerja tentang kemanan lokasi proyek.
Tabel 4.1. Tanggapan pekerja ( 34 orang, termasuk mandor ) tentang keamanan lokasi proyek bisa memotivasi kerja.
Tanggapan Jumlah Persentase
Ya 25 73 %
Tidak 9 27 %
Jumlah 34 100 %
Sumber : data primer yang sudah diolah
4.2.2 Kesamaan Daerah Asal Mandor Dengan Pekerjanya.
Dengan adanya kesamaan daerah asal antara mandor dengan para pekerjanya diharapkan bisa menimbulkan peningkatan motivasi mandor untuk berkerja dengan giat. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian penulis dari beberapa proyek yang ada di lingkungan kota Sorong, bahwa kesamaan daerah asal atau suku sangat mempengaruhi terhadap kinerja mandor. Hal itu dilihat dari berbagai segi, antara lain dari segi komunikasi mandor dengan pekerja.
Mandor dari suku Jawa menangani pekerja dari suku Sulawesi atau dari suku Sumatra menangani pekerja dari suku Papua atau sebaliknya, dari hasil penelitian menunjukan bahwa hasil dari kerja mereka kurang maksimal. Beda halnya dengan mandor dari Jawa menagani pekerja dari Jawa, bahwa seperti hasil penelitian yang dilakukan penulis pada proyek pembangunan Gedung Keunangan Nagara Kota Sorong. Dimana hasil kerja mereka sangat memuaskan (Sumber; pangawas lapangan). Hal ini tarbukti dari data kemajuan kerja. Hasil kerja mereka lebih cepat dari waktu rencana dari kontraktor.
Pada proyek tempat penelitian kami bahwa mandor dan pekerjanya berasal dari daerah yang sama, yaitu sama – sama dari daerah Jawa. Tepatnya didaerah Margoluyo, Demak. Walaupun tidak semua orang Jawa tapi orang dari jawa mendominasi dengan rincian porsentase dari jumlah pekerja sebanyak 34 orang, orang jawa sebanyak 98,5% atau setara dengan 33 orang dan sisanya sebanyak 1,5% orang papua atau sama dengan 1 orang. Penjelasan diatas bahwa kesamaan suku atau daerah asal sangat memepngaruhi motivasi mandor. Hal ini bisa dilhat pada tabel di bawah ini, yang merupakan data input dari hasil quisioner dan pemantauan langsung dilapangan.
Tabel 4.2. Tanggapan pekerja ( 34 orang, termasuk mandor ) tentang kesamaan suku atau derah bisa memotivasi kerja.
Tanggapan Jumlah Persentase
Ya 20 59 %
Tidak 14 41 %
Jumlah 34 100 %
Sumber : Data primer yang sudah diolah
Dari tabel diatas diketahui, sebagian besar pekerja atau 20 ( 59 % ) orang dari total jumlah pekerja sebanyak 34 oang mengatakan bahwa kesamaan suku atau daerah asal mandor dengan pekerjanya adalah merupakan salah satu faktor yang memotivasi kerja. Sedangakan 14 orang ( 41 % ) mengatakan tidak.
4.2.3. Waktu Kerja
Waktu kerja sangat mempengaruhi motivasi kerja. Dengan data hasil penelitian dengan cara membagikan quisioner kepada mandor dan pekerjanya, bahwa motivasi bisa ditingaktkan melalui waktu kerja dengan salah satu cara meperbanyak hari kerja dibandingkan hari tidak kerja maksudnya biarpun hari minggu atau tanggal merah tetap berkerja.
Dengan menerapkan sistem ini, secara langsung atau tidak langsung telah memicu semangat dari mandor dan pekerjanya untuk terus giat berkerja, karna mengingat akan kemasukan mereka. Selain bermanfaat untuk prestasi mandor, penerapan hal semacam ini juga berdampak pada hasil dari
Untuk mendowunload file di atas dalam format PDF, Silahkan klik link di bawa h ini