Susahnya bekerja menjadi outsource
Ini pak! ….. uang sebesar 250.000 rupiah saya berikan kepada menager saya untuk biaya ganti rugi kiriman pos yang hilang…. Bulan januari lalu ( lupa tanggal berapa) pelanggan kami mengirim HP (handphon) untuk keluarganya di Kab. Nganjuk. Entah bagaimana kiriman itu sampe tidak dikirim. Dan katahuan setelah beberapa minggu sipengirim datang menanyakan kerimannya yang belum juga diterima oleh saudaranya disana… setelah dicek oleh petugas Costomer service kami.. cek dikomputer sampe ke pencarian data-data manual akhirnya diputuskan Kiriman (HP red) tersebut dinyatakan hilang di Kantor Pos Sorong. Dan yang bertanggung jawab atas kiriman tersebut adalah saya yang waktu itu bertugas sebagai petugas Puri Kirim Sore… dalam prosedur yang sebenarnya kiriman dari loket harus di serahkan ke petugas puri kirm pagi. Tapi entahlah saya juga sudah lupa, dalam buku bukti serah petugas loket, kenyataannnya saya yang petugas sore pada hari itu yang menandatangani buku serah itu. Padahal yang namanya kiriman yang berupa HP kalau di Kantor Pos, pake perlakuan khusus… dari namanya saja sudah bisa ditebak kiriman tersebut diperlakukan seperti apa… biaya kirimnya ditambah 50.000 rupiah (biaya perlaksusnya) kadang juga ditambah biaya bungkusnya karena kiriman yang sudah dalam kemasan nantinya di bungkus lagi. Ditandatangani oleh manager terkait… dalam sampul luar kiriman tsb ditujukan buat kepala kantor pos Kota Tujuan…. Tapi perlakuan istimewa seperti apapun suatu kiriman melalui pos.. kalau petugasnya didalam mempunyai niat Busuk.. rasanya gampang saja untuk menjadikan barang itu sebagai milik pribadi (mencuri) dan menghilangkan jejaknya… buktinya Kiriman itu hilang tanpa ada yang dituduh siapa pelakunya.. sungguh rasa kekeluargaan yang tinggi… kata manager saya semuanya yang di sini ( kantor pos red) baik, tidak ada yang suka mencuri..
Sipengirim tadi disuruh kembali dulu,nanti beberapa hari lagi baru balik. Kita lagi mencari tau status kiriman tersebut… setelah beberapa hari, sipengirim kembali, dia diberitahukan kalau krimannya itu hilang dan akan diganti rugi oleh pihak pos sebesar nilai barang tersebut pada saat dikirim melalui loket pos… nilai Barang (hp ,red) tersebut senilai 1.200.000 rupiah..sipengirim tersebut disuruh kembali lagi dan datang pada hari yang ditentukan untuk menerima ganti ruginya… untung saja pelangan itu tidak marah- marah. Kiriman hilang,, harus bolak balik urus status kirimannnya lagi…. Oh ternyata Bapak (sipengirim, red ) tersebut pelanggan setia pos… kata petugas loket kita bapak itu sering ngirim HP pake Pos dan kirimannnya mendapat perlakuan khusus… saya di panggil manager pengolahan… ditanya –tanya tentang kronologis kehilangan itu.. setelah beberapa waktu Tanya jawabnya selesai diputuskan yang bersalah adalah saya, karena saya yang menadatangani buku serah kiriman hari itu, petugas sore pagi juga disalahkan karena tidak menanda tangani buku serah tersebut yang semestinya dia yang menandatangani…. Dan untuk meringankan biaya ganti rugi tersebut, petugas loket juga harus ikut dalam rombongan ganti rugi tersebut… dan ada rasa kasih sayang yang tiggi pula sehingga manager saya mau ikut meringankan ganti rugi tersebut dan ikut berbagi dalam membayar tak ketinggalan pula manager pelayanan…..artinya kiriman tersebut tidak perlu dipermasalahkan lagi, biarlah Tuhan dan yang mengambil barang tersebut yang tau..
Setelah tiba tanggal 1 Bulan maret, yang lain sudah dulun menyetor uang ganti rugi, saya yang belakangan karena hari itu masuk kerja siang…. Eh ada teman yang menghampiri saya dan menanyakan kabar dari ganti rugi tersebut,, saya jelaskan sudah selesai masahnya… dia bilang katanya manager mereka sudah tau siapa yang mengambil kiriman tersebut. Katanya lagi manager saya juga sudah tau…. Oh ya sudah kalau begitu, baguslah. saya tidak di kasih tau tuh….dari yang saya tulis di atas, bisakah ditebak siapa pelaku nya? Apakah saya??? Petugas puri kirim pagi????? Petugas loket???? Atau yang disekitar kita????????????????? Apa masih bisa dikatakan hanya Tuhan dan Sipelaku yang tau????????????????????????? Atau hanya manager saja yang tau??????????? Setelah dilakukan ganti rugi.. Bapak sipengirim tadi kembali mengirm HP itu ke keluarganya di pulau jawa. Ternyata Bapak ini menaruh rasa percaya yang tinggi kepada kantor Pos,, tetaplah setia Kepada kami pak…. Jangan pernah perpaling ke jasa-jasa yang lain.. karena anda kami ada.
Itulah sedikit kisah bekerja saya sebagai Outsource di kantor Pos Sorong, PT. Pos Indonesia (Persero) suatu Badan Usaha Milik Negara.. … dari Sabang sampe Meroke orang sudah tau dengan Kantor Pos… bicara masalah upah outsourcing !!!!!!!!!!!!!.... orang-orang yang pintar bersyukur mengatakan Alhamdulillah masih bisa kerja, bisa dapat gaji tiap bulan… walau hanya bisa bertahan hidup dan menabung sedikit. Masih banyak orang yang nyari-nyari kerja tapi g dapat-dapat. Masih banyak orang yang lebih menedihkan keadaaannya dari kita … orang yang selalu mengeluh bagaimana ??? gaji kurang banyak…. Masih banyakan gaji karyawan supermarket. Padahal kita kan kerja di PT. perusahaan milik Negara. Yang cabangnya ada di setiap daerah di nusantara ini. Kan malu kalau ketahuan gaji kita lebih kecil dari karywan supermarket. pake pakayan dinas aja harus beli sendiri.. hutang sudah dibeberaqpa orang lagi. Pas gajian cumu bisa menikmati beberapa hari saya,, bayar kost. Utang ditetangga,,, uang pulsa heheheh…tang 10 keatas sudah mulai ngutang lagi. huh…. Tapi tidak apa-apalah kan kita kerja juga g terlalu berat.. tidak sampe 8 jam seperti mereka… jadi bisa pake wktu yang lain untuk nyari duiot sampingan,,, mau ngojek bisa, jualan bisa.. asal jangan jualan diri,nanti habis hehehhehehe………….
Inilah sekedar cerita dari saya, berikut saya lampirkan sedikit pengetahuan tentang outsource yang saya dapat dari artikel punya orang lain yang berhubungan dengan outsourcing
1. Definisi Outsourcing
Dalam pengertian umum, istilah outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai contract (work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut:[6]
“ Contract to enter into or make a contract. From the latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary)
Pengertian outsourcing (Alih Daya) secara khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut :[7]
“Strategic use of outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and respurces.”
Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).[8] Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.[9]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing (Alih Daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.
2. Pengaturan Outsourcing (Alih Daya) dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh.[10] Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.[11]
Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya) dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003.
Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
• penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);
• pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
- dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
- merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
- tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
• perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
• perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri (ayat 5);
• hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
• hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);
• bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.[12] Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:[13]
• adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
• perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
• perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
• perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.[14] Dalam hal syarat-syarat diatas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.[15]
Sipengirim tadi disuruh kembali dulu,nanti beberapa hari lagi baru balik. Kita lagi mencari tau status kiriman tersebut… setelah beberapa hari, sipengirim kembali, dia diberitahukan kalau krimannya itu hilang dan akan diganti rugi oleh pihak pos sebesar nilai barang tersebut pada saat dikirim melalui loket pos… nilai Barang (hp ,red) tersebut senilai 1.200.000 rupiah..sipengirim tersebut disuruh kembali lagi dan datang pada hari yang ditentukan untuk menerima ganti ruginya… untung saja pelangan itu tidak marah- marah. Kiriman hilang,, harus bolak balik urus status kirimannnya lagi…. Oh ternyata Bapak (sipengirim, red ) tersebut pelanggan setia pos… kata petugas loket kita bapak itu sering ngirim HP pake Pos dan kirimannnya mendapat perlakuan khusus… saya di panggil manager pengolahan… ditanya –tanya tentang kronologis kehilangan itu.. setelah beberapa waktu Tanya jawabnya selesai diputuskan yang bersalah adalah saya, karena saya yang menadatangani buku serah kiriman hari itu, petugas sore pagi juga disalahkan karena tidak menanda tangani buku serah tersebut yang semestinya dia yang menandatangani…. Dan untuk meringankan biaya ganti rugi tersebut, petugas loket juga harus ikut dalam rombongan ganti rugi tersebut… dan ada rasa kasih sayang yang tiggi pula sehingga manager saya mau ikut meringankan ganti rugi tersebut dan ikut berbagi dalam membayar tak ketinggalan pula manager pelayanan…..artinya kiriman tersebut tidak perlu dipermasalahkan lagi, biarlah Tuhan dan yang mengambil barang tersebut yang tau..
Setelah tiba tanggal 1 Bulan maret, yang lain sudah dulun menyetor uang ganti rugi, saya yang belakangan karena hari itu masuk kerja siang…. Eh ada teman yang menghampiri saya dan menanyakan kabar dari ganti rugi tersebut,, saya jelaskan sudah selesai masahnya… dia bilang katanya manager mereka sudah tau siapa yang mengambil kiriman tersebut. Katanya lagi manager saya juga sudah tau…. Oh ya sudah kalau begitu, baguslah. saya tidak di kasih tau tuh….dari yang saya tulis di atas, bisakah ditebak siapa pelaku nya? Apakah saya??? Petugas puri kirim pagi????? Petugas loket???? Atau yang disekitar kita????????????????? Apa masih bisa dikatakan hanya Tuhan dan Sipelaku yang tau????????????????????????? Atau hanya manager saja yang tau??????????? Setelah dilakukan ganti rugi.. Bapak sipengirim tadi kembali mengirm HP itu ke keluarganya di pulau jawa. Ternyata Bapak ini menaruh rasa percaya yang tinggi kepada kantor Pos,, tetaplah setia Kepada kami pak…. Jangan pernah perpaling ke jasa-jasa yang lain.. karena anda kami ada.
Itulah sedikit kisah bekerja saya sebagai Outsource di kantor Pos Sorong, PT. Pos Indonesia (Persero) suatu Badan Usaha Milik Negara.. … dari Sabang sampe Meroke orang sudah tau dengan Kantor Pos… bicara masalah upah outsourcing !!!!!!!!!!!!!.... orang-orang yang pintar bersyukur mengatakan Alhamdulillah masih bisa kerja, bisa dapat gaji tiap bulan… walau hanya bisa bertahan hidup dan menabung sedikit. Masih banyak orang yang nyari-nyari kerja tapi g dapat-dapat. Masih banyak orang yang lebih menedihkan keadaaannya dari kita … orang yang selalu mengeluh bagaimana ??? gaji kurang banyak…. Masih banyakan gaji karyawan supermarket. Padahal kita kan kerja di PT. perusahaan milik Negara. Yang cabangnya ada di setiap daerah di nusantara ini. Kan malu kalau ketahuan gaji kita lebih kecil dari karywan supermarket. pake pakayan dinas aja harus beli sendiri.. hutang sudah dibeberaqpa orang lagi. Pas gajian cumu bisa menikmati beberapa hari saya,, bayar kost. Utang ditetangga,,, uang pulsa heheheh…tang 10 keatas sudah mulai ngutang lagi. huh…. Tapi tidak apa-apalah kan kita kerja juga g terlalu berat.. tidak sampe 8 jam seperti mereka… jadi bisa pake wktu yang lain untuk nyari duiot sampingan,,, mau ngojek bisa, jualan bisa.. asal jangan jualan diri,nanti habis hehehhehehe………….
Inilah sekedar cerita dari saya, berikut saya lampirkan sedikit pengetahuan tentang outsource yang saya dapat dari artikel punya orang lain yang berhubungan dengan outsourcing
1. Definisi Outsourcing
Dalam pengertian umum, istilah outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai contract (work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut:[6]
“ Contract to enter into or make a contract. From the latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary)
Pengertian outsourcing (Alih Daya) secara khusus didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing: Decisions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut :[7]
“Strategic use of outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and respurces.”
Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing (Alih Daya) dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).[8] Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.[9]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing (Alih Daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain.
2. Pengaturan Outsourcing (Alih Daya) dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh.[10] Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.[11]
Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya) dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003.
Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
• penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);
• pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
- dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
- merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
- tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
• perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
• perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri (ayat 5);
• hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
• hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);
• bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.[12] Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:[13]
• adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
• perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
• perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
• perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.[14] Dalam hal syarat-syarat diatas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.[15]