Hasil Penelitian dan Pembahsan Skripsi


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.     HASIL PENELITIAN
1.      Hasil Analisis Deskriptif
      Pada bagian ini, akan dibahas hasil penelitian yang memperlihatkan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah diterapkan pendekatan discovery learning. Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran penguasaan siswa terhadap materi setelah pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II serta hasil observasi selama pelaksanaan tindakan.
Data penelitian ini diolah dalam 2 cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif yaitu data yang diperoleh dari lembar observasi siswa pada setiap pertemuan, sedangkan data yang dianalisis secara kuantitatif adalah nilai – nilai siswa yang diperoleh melalui tes yang diberikan. Skor atau nilai tersebut dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu metode pengolahan data yang menunjukkan karakteristik data dalam ukuran nilai angka yang dapat menggambarkan karakterisrtik data secara jelas. Ukuran nilai angka tersebut adalah rata – rata, standar deviasi, median, varians, skor maksimum, skor minimum yang dicapai siswa pada tes tersebut.
Siklus I
1.      Tahap Perencanaan ( planning )
         Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
a.       Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) mata pelajaran matematika siswa kelas VIIIa dengan tujuan untuk mengalokasikan waktu yang akan digunakan.
b.      Membuat dan mempersiapkan lembar observasi siswa ( LOS ) untuk mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
c.       Menyiapkan alat peraga atau model bangun yang akan digunakan dalam pembelajaran.
d.      Menyiapkan lembar kerja siswa.
e.       Memvalidasi instrument tes
2.      Pelaksanaan Tindakan ( action )
      Kegiatan yang dilakukan pada atahap ini adalah :
1.      Tahap pendahuluan
a.       Mengabsen kehadiran siswa
b.      Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa
c.       Memberi apersepsi yaitu menyampaikan kepada siswa tentang pendekatan pembelajaran yang digunakan pada materi kubus dan balok adalah pendekatan discovery learning yaitu pendekatan yang melatih siswa untuk menemukan dan menggali sendiri pengetahuannya.
d.      Membagi siswa kedalam kelompok.
2.      Tahap penerapan


a.       Guru meminta siswa melakukan berbagai aktivitas pembelajaran dengan bereksperimen (mengamati) terhadap benda – benda yang ditelitinya sesuai dengan petunjuk (tahap enaktif).
b.      Guru meminta siswa menjawab pertanyaan yang ada pada lembar kerja siswa. Disini, siswa merepresentasikan informasi yang telah diperoleh ( tahap ikonik).
c.       Guru meminta siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan. Kesimpulan yang diperoleh berupa penemuan( pengetahuan ) dari informasi yang telah dipelajari ( tahap simbolik ).
d.      Guru meminta siswa merepresentasikan hasil temuannya didepan kelas.
3.      Tahap penutup
a.       Siswa membuat rangkuman
b.      Siswa diberi pekerjaan rumah untuk pendalaman
3.   Observasi
Pengamatan dilakukan pada saat dilakukan kegaiatan pelaksanaan tindakan. Peneliti mengamati dan mencatat kejadian – kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Setelah itu peneliti memperjelas jawaban siswa dengan cara menjelaskan konsep. Kemudian peneliti memberikan soal latihan untuk dikerjakan tiap individu untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi.
1.      Analisis Kualitatif Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Pada bahasan ini, akan dibahas secara kualitatif tentang peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan pendekatan discovery learning.
a.       Tahap Enaktif
Tahap enaktif yaitu suatu tahap pembelajaran dimana informasi itu harus dipelajari secara aktif oleh siswa dengan menggunakan perantara benda – benda konkret. Pada tahap ini siswa dituntut untuk aktif dalam menemukan informasi ( pengetahuan) melalui perantara benda – benda konkret. Jumlah siswa yang aktif dalam menemukan dan menggali informasi pada tahap ini adalah mencapai 34,92%. Pada pertemuan awal, hanya terdapat 3 siswa yang terlihat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Itupun siswa yang tergolong pandai. Masih banyak siswa yang hanya bermain – main dan mengganggu temannya. Hal ini terjadi karena, kurangnya arahan dari guru sehingga siswa belum mengerti dan bingung apa yang harus dilakukan. Melihat kejadian ini, peneliti lebih memberikan arahan dan lebih memotivasi siswa pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ke 2 keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat menjadi 33,33% ( 7 siswa ). Peningkatan ini relatif sedikit, karena masih banyak juga siswa yang belum mengerti apa yang harus dilakukan dan hanya bermain – main. Masih banyak siswa yang belum mengerti dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan, walaupun peneliti sudah memberikan arahan yang lebih. Hal ini terjadi karena siswa masih terbiasa dengan metode pembelajaran konvensional, dimana siswa langsung menerima informasi tersebut dari guru, tanpa mencari informasi tersebut. Pada pertemuan ke 3, peniliti meminta bantuan dari beberapa siswa yang sudah memahami materi ( siswa yang pandai ) untuk membantu memberi arahan kepada temannya yang belum memahami materi. Hal ini peneliti lakukan, karena mungkin saja ada beberapa siswa yang tidak mengerti apabila diarahkan oleh guru namun lebih mengerti apabila diarahkan oleh temannya sendiri. Sehingga, pada pertemuan ke 3, terjadi peningkatan sebesar 57,14 % ( 12 siswa ), walaupun peningkatan tersebut tidak semaksimal mungkin.
b.      Tahap Ikonik
Tahap ikonik yaitu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual yang menggambarkan situasi konkret yang terdapat apda tahap enaktif. Pada pertemuan awal, siswa yang dapat merepresentasikan informasi ( pengetahuan ) mencapai 14,29 % ( 3 siswa ). Hanya siswa yang tergolong pandai yang dapat merepresentasikan informasi. Masih banyak siswa yang belum mampu merepresentasikan informasi. Hal ini karena, siswa terbiasa dengan pembelajaran konvensional yaitu mengikuti apa yang dicontohkan oleh guru. Pada pertemuan berikutnya peneliti lebih memberi arahan sehingga terjadi peningkatan 23,81 % ( 5 siswa ). Peningkatan ini relatif sedikit. Hal ini karena, masih banyak siswa yang memang harus diberi arahan / contoh yang sesuai. Pada pertemuan berikutnya, guru memberi arahan dan membimbing siswa sehingga pada pertemuan ke 3 siswa yang dapat merepresentasikan informasi meningkat menjadi 12 siswa  atau 57,14 %.
c.       Tahap symbolic
Tahap symbolic yaitu suatu tahap dimana pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol abstrak, baik simbol verbal, lambang matematika maupun lambang abstrak lainnya. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang telah dipelajari. Kesimpulan ini berupa penemuan informasi. Pada pertemuan awal siswa yang dapat membuat kesimpulan /menemukan informasi mencapai 14,29 % ( 3 siswa ). Sedangkan siswa yang lain belum bisa menemukan informasi dengan tepat. Siswa yang lain hanya mengikuti dan mengharapkan dari teman yang lebih pandai. Tahap symbolic ini merupakan tahapan yang sulit dilalui siswa. Karena tahap ini membutuhkan interpretasi yang tinggi. Pada pertemuan ke 2, belum terjadi peningkatan. Siswa yang bisa menemukan informasi masih tetap pada pertemuan awal yaitu 3 siswa. Melihat kondisi ini,pada pertemuan berikutnya guru memberi motivasi kepada siswa agar percaya diri dalam membuat keputusan dan memberi bonus berupa nilai bagi siswa yang dapat membuat kesimpulan yang berbeda. Sehingga pada pertemuan berikutnya terjadi peningkatan sebesar 23,8 % ( 5 siswa ). Walaupun peningkatan relatif sedikit. Hal ini dikarenakan siswa terbiasa menerima informasi dari guru, tanpa mencoba mencari sendiri informasi tersebut.

2.      Analisis Kuantitatif Hasil Belajar Siswa
Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi, peneliti menggunakan tes sebagai instrument penelitian. Analisis deskriptif skor hasil tes siswa kelas VIIIa SMP Yapis Quba Sorong setelah diberikan siklus I disajikan pada tabel berikut :




TABEL 1 Deskripsi Skor Hasil Belajar Siswa pada siklus I

STATISTIK
NILAI
Skor Ideal
100
Jumlah populasi
21
Rata - rata
58,9
Median
55
Skor Maksimum
96
Skor minimum
24
Varians
481,99
Standar Deviasi
21,95

Dari skor tes tersebut, jika dikelompokkan dalam 5 kategori diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut.

TABEL 2     Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Siklus I
SKOR
KATEGORI
FREKUENSI
PERSENTASE
00 – 54 %
Sangat rendah
9
42,86 %
55 – 64 %
Rendah
5
23,81 %
65 – 79 %
Sedang
2
9,52 %
80 – 89 %
Tinggi
3
14,29 %
90 – 100 %
Sangat tinggi
2
9,52 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada siklus I, 9 siswa menduduki posisi sangat rendah atau mencapai 42,86 % dan 5 siwa menduduki posisi rendah atau 23,81 %. Sedangkan siswa yang mendapat nilai 65 – 100 atau yang berada diatas ketuntasan klasikal hanya 7 siswa. Artinya baru 33,33 % ketuntasan yang dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal yang diharapkan belum tercapai dari ketuntasan yang telah ditentukan.

4.      Refleksi
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan discovery learning cukup mengoptimalkan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena, siswa tidak hanya duduk pasif mendengar dan menerima materi seperti halnya pembelajaran konvensional pada umunya, akan tetapi siswa dirangsang untuk berperan aktif dalam mengolah informasi. Sehingga siswa tidak merasa bosan dan lebih memahami materi yang dipelajarinya. Hanya saja dalam siklus I ini masih banyak kekurangan. Siswa yang aktif hanya siswa yang tergolong pandai, sedangkan siswa yang tidak tergolong pandai hanya melihat – lihat saja. Ada juga beberapa siswa yang ribut dikelas dan mengganggu temannya. Hal ini dikarenakan siswa tersebut belum memahami atau bingung apa yang harus dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan hasil observasi, serta masalah – masalah yang muncul pada siklus I, maka penelitian dilanjutkan ke siklus ke II.

Siklus II
1.      Perencanaan ( planning )
Sebelum memberi tindakan pada siklus II, peneliti menyusun kembali materi – materi yang akan diajarkan dan merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah – masalah yang timbul pada siklus I, seperti pemberian pertanyaan materi sebelumnya pada setiap awal pertemuan untuk memancing perhatian siswa terhadap konsep yang akan dipelajari. Serta menggunakan alat peraga yang dapat merespon siswa.
2.      Pelaksanaan tindakan ( action )
Pada siklus II, pelaksanaan tindakan sama dengan siklus I. Hanya saja, pada siklus II setiap pertemuan diawali dengan memberi pertanyaan tentang materi sebelumnya untuk melihat sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti mengamati bagian mana yang belum dikuasai / dipahami siswa. Kemudian materi yang belum dikuasai diberi penekanan yang lebih. Agar siswa aktif dalam pembelajaran, peneliti memberi rangsangan. Siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan benar akan diberi nilai. Pada siklus II ini, peneliti lebih memberi arahan dan bimbingan serta motivasi kepada siswa yang tergolong kurang panadai. Selain itu, peneliti meminta bantuan kepada beberapa siswa yang tergolong pandai untuk membantu membimbing temannya, hal ini bertujuan melatih sikap saling membantu dan kerja sama.
3.      Observasi
Pada siklus II ini, dilakukan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran. Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan terhadap penguasaan materi. Siswa yang kurang paham dengan materi diminta untuk menyelesaikan soal di papan tulis. Kemudian dibantu oleh peneliti untuk dijelaskan secara detail.
1.      Analisis Kualitatif Peningkatan Hasil Belajar
a.       Tahap Enaktif
Berdasarkan hasil observasi pada siklus II terdapat 69,05 %. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Namun pada pertemuan I siklus ke II, masih tetap belum terjadi peningkatan. Pada pertemuan berikutnya peneliti menggunakan dalil konektivitas yaitu mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari – hari. Sehingga pada pertemuan berikutnya terjadi peningkatan 80,95 % (17 siswa) yang aktif dalam pembelajaran. Walaupun maih terdapat 3 siswa yang tidak aktif. Hal ini terjadi pada siswa yang susah diatur.
b.      Tahap Ikonik
Pada pertemuan pertama siklus ke II, terjadi penurunan dari 57,14 % menjadi 42,86 %. Hal ini terjadi karena soal pada lembar kerja yang diberikan berbeda denagn siklus I, walaupun konsepnya sama. Hal ini terjadi karena siswa masih terpaku dengan contoh – contoh. Masih banyak siswa yang belum memahami konsep materi. Pada pertemuan ke 2, peneliti memberi arahan yang lebih dan menjelaskan tentang keteraturan dan pola struktur dalam mempelajari konsep. Sehingga pada pertemuan ke 2 terjadi peningkatan sebesar 76,19 % atau 16 siswa. Sedangkan sebagian siswa masih sulit untuk mempelajari keteraturan dan pola struktur dari konsep. Hal ini terjadi pada siswa yang tergolong kurang pandai.
c.       Tahap symbolic
Tahap symbolic merupakan tahapan yang paling sulit dilalui siswa. Karena tahap ini menekankan proses mental internal serta kerangka kognitif yang ada pada pikiran siswa. Sehingga, pada pertemuan ke pertama, siklus ke II hanya terjadi peningkatan 33,33 % dari 23,81 % atau dari 5 siswa menjadi 7 siswa. Kemudian pada pertemuan ke 2 meningkat menjadi 52,38 % atau 11 siswa.
2.      Analisis Kuantitatif Hasil Belajar Siswa
Analisis deskriptif skor hasil belajar siswa pada siklus ke II kelas VIIIa SMP Yapis Quba sorong.
TABEL 3 Deskripsi Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
STATISTIK
NILAI
Skor ideal
100
Ukuran sample
21
Rata – rata
82,1
Skor maksimum
90
Skor minimum
70
Median
83
Standar deviasi
7,12
Varians
50,69

Dari skor hasil tes matematika siswa tersebut, jika dikelompokkan kedalam 5 kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 4.
TABEL 4     Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Tes Matematika Siklus II
SKOR
KATEGORI
FREKUENSI
PERSENTASE
00 – 54 %
Sangat rendah
0
0 %
55 % - 64 %
Rendah
0
0 %
65 % - 79 %
Sedang
7
33,33 %
80 % - 89 %
Tinggi
8
38,10 %
90 % - 100 %
Sangat tinggi
6
28,57 %

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat tidak terdapat siswa yang berada pada kategori sangat rendah dan rendah. Rata –rata siswa berada pada kategori tinggi atau sekitar 38,10% ( 8 siswa ). 33,33 % berada pada kategori sedang dan 28,57% atau 6 siswa berada pada kategori sangat tinggi.


TABEL 5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Tes Siklus I dan Siklus II
SKOR
KATEGORI
SIKLUS I
SIKLUS II
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
00 – 54 %
Sangat rendah
9
42,86 %
0
0 %
55 – 64 %
Rendah
5
23,81 %
0
0 %
65 -  79 %
Sedang
2
9,52 %
7
33,33 %
80 – 89 %
Tinggi
3
14,29 %
8
38,10 %
90 – 100 %
Sangat tinggi
2
9,52 %
6
28,57 %

Berdasarkan tabel dapat dilihat adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah diadakan 2 kali tes siklus. Untuk penguasaan materi, masih banyak siswa yang nilainya dibawah 50. Pada siklus pertama, terdapat 42,86 % atau 9 siswa yang tergolong sangat rendah namun setelah didakan perbaikan pada siklus ke II tidak ada siswa yang nilainya dibawah 50 atau 0 %. Terdapat 23,81 % atau 5 siswa yang nilainya tergolong rendah kemudian pada siklus ke II menurun menjadi 0 %. Terdapat 2 siswa pada kategori sedang ( 9,52 % ) kemudian pada siklus ke II meningkat menjadi 33,33 % atau 7 siswa. Pada siklus pertama siswa yang mendapat nilai diatas 80 hanya 3 siswa atau 14,29 %, namun setelah diadakan perbaikan pada siklus ke II meningkat menjadi 8 siswa atau 38,10 %. Jumlah siswa yang berada kategori sangat tinggi pada siklus pertama hanya 2 siswa atau 9,52 % kemudian pada siklus ke II mengalami peningkatan menjadi 28,57 % atau 6 siswa.



Previous
Next Post »
0 Komentar