Kajian Teori dan Hipotesis Tindakan

BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. LANDASAN TEORI
1.   Pengertian Belajar Matematika
      Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan tata nalar dan dalam prosesnya banyak melakukan perhitungan. Beberapa pakar yang mendefinisikan pengertian matematika sebagaimana dikemukakan oleh Dr.Mulyono Abdurahman (2003 : 252) antara lain :
Johnson dan Myklebust, mengemukakan bahwa “ matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif  dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir “.
Kline, mengemukakan bahwa “ matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif “.
Matematika dikemukakan oleh banyak ahli dalam bukunya H.Erman Suherman, dkk antara lain :
James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep – konsep yang berhungan satu dengan yang lainnya dalam jumlah yang banyak yang terbagi kedalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri”.

Selain itu, Johnson dan Rissing (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa “matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logic. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat. Representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”.




Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut pengertian secara psikologis yang dikemukakan pada materi pelatihan terintegrasi bahwa “ belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya memenuhi kebutuhan hidupnya “.
Beberapa pakar lain yang memberikan definisi tentang belajar sebagaimana diungkapkan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2005 : 13) adalah sebagai berikut
Thorndike (salah satu aliran tingkah laku), megemukakan bahwa “ belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon “.
Habermas, mengemukakan bahwa “ belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungannya maupun dengan sesama manusia “.
Mouly (materi pelatihan terintegrasi, 2005 : 6) mengemukakan bahwa “ belajar pada hakikatnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman “.
Sedangkan pengertian belajar menurut Drs.Slameto adalah :
“ Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri berinteraksi dengan lingkungannya “ (Slameto, 2003 hal 12).
Gagne (Siti Inganah, dkk, 2004 : 3) mengemukakan bahwa “ belajar sebagai suatu perubahan dalam watak kemampuan manusia yang berlangsung selama suatu jangka waktu dan bukan sekedar proses pertumbuhan “.
Sementara itu, Drs. Widodo dan Dra. Endang Poerwanti mendefinisikan pengertian belajar yaitu serangkaian tahapan perubahan yang terjadi pada diri seseorang dari tahu menjadi tahu. Dapat pula perbuatan itu dikarenakan adanya unsur yang berupa latihan – latihan, bila perubahan terjadi pada individu tersebut merupakan usaha atau latihan maka perubahan itu bukan merupakan hasil belajar (Siti Hasnah.H, 2003 : 8).
      Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah suatu aktivitas yang berkaitan dengan pola berpikir dan pola mengorganisasikan ide – ide abstrak yang ada pada matematika sehingga terjadi perubahan.
2.      Matematika sekolah
      Matematika yang diajarkan dijenjang persekolahan seperti di SD, SMP, SMA disebut matematika sekolah. Dalam buku materi pelatihan terintegrasi, (2005 : 21 ) dijelaskan bahwa matematika sekolah adalah unsur – unsur atau bagian dari matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai – nilai, memecahkan masalah, dan melakukan tugas – tugas tertenntu yang berorientasi pada perkembangan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika yang diajarkan di sekolah mencakup 4 aspek penyajian yaitu :
      a. Penyajian Matematika
      Penyajian matematika di sekolah disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa. Matematika yang disajikan dikaitkan dengan realitas yang ada di sekitar siswa, sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajarinya. Dalam mengkaitkan antara konsep dan realitas yang ada di sekitar dibutuhkan perantara benda konkret sebagai wakil dari representasi.
      b. Pola pikir matematika
      Pola pikir yang digunakan pada metamatika sekolah pada umumnya adalah pola pikir induktif. Pola pikir induktif yang digunakan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
      c. Keterbatasan semesta
      Konsep yang diajarkan disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Semakin meningkat usia siswa, maka semakin meningkat juga tahap perkembangannya, maka semesta pembicaraan lebih diperluas lagi.
      d. Tingkat keabstrakan
      Objek matematika sekolah bersifat abstrak. Tingkat keabstrakan ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. Pada jenjang sekolah dasar sifat konkret objek matematika diusahakan lebih banyak dari pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin banyak sifat abstraknya. Sehingga pembelajaran tetap diarahkan pada pencapaian kemampuan berpikir abstrak para siswa.
3.      Hasil belajar
      Hasil belajar siswa berkaitan dengan pemahaman siswa. Artinya apabila materi yang diajarkan sudah dipahami oleh siswa maka hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan meningkat. Pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang diterjadi, kemampuan untuk menerjemahkan dari suatu bentuk yang lain dalam kata – kata, angka maupun interpretasi berbentuk pelajaran, ringkasan dan prediksi serta hubungan sebab akibat (Suhaena dalam satriawan, 2006 : 11).
      Pengertian hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi dari kegiatan belajar baik di kelas, di sekolah maupun di luar sekolah. Untuk dapat mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan berhasil atau tidak dapat ditinjau dari proses pembelajaran itu sendiri dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Untuk menuju pada pencapaian hasil belajar, seorang guru perlu memahami faktor – faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. Faktor – faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran ini menurut Brunner dalam Siti Inganah, dkk ( 2004 : 8) sebagai berikut :
1.      Struktur materi
Pembelajaran akan lebih bermakna apabila menekankan pada pedekatan struktur materi. Materi yang dipelajari secara demikian akan mempunyai manfaat yang berkualitas tinggi, mudah diingat dan membuat siswa berjalan mulai topik sederhana ke kajian yang mendalam.
2.      Proses terbentuknya struktur kognitif siswa dalam mempelajari materi
Memahami proses terbentuknya struktur kognitif siswa seperti halnya memahami komputer memproses informasi. Informasi dimasukkan dalam pikiran setelah itu diproses kemudian mengeluarkan output berupa hasil pembelajaran.
3.      Tingkat pemahaman
Dalam pembelajaran ada 3 tingkatan pemahaman yaitu pemahaman melalui tindakan, pemahaman melalui penggambaran dan pemahaman melalui bahasa.
Pembelajaran dikatakan berhasil jika terjadi perubahan pada diri siswa yang terjadi akibat belajar. Hasil belajar dapat diketahui dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru.
Hasil belajar didefinisikan oleh ahli – ahli psikologi pendidikan diantaranya :
A.J.Romiszowski mengemukakan bahwa hasil belajar adalah keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam – macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). (Dr.Mulyono Abdurahman, 2003 :38 )
John.M.Keller mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prestasi actual yang ditampilkan oleh anak sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas – tugas belajar. (Dr.Mulyono Abdurahman, 2003 : 39)
      Sedangkan menurut R.Gagne hasil belajar dikategorikan kedalam 5 kategori yaitu informasi verbal, kemahiran intelektual (diskriminasi, konsep, kaidah, prinsip ), pengaturan kegiatan kognitif, sikap, ketrampilan motorik.
Dimana :
a.       Informasi verbal adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tertulis kepada orang lain.
b.      Kemahiran intelektual yaitu kemampuan seseorang berhubungan dengan lingkungannya dan dirinya sendiri.
      1. Diskriminasi jamak adalah kemampuan seseorang dalam membedakan antara objek yang satu dengan objek yang lain.
      2.  Konsep yaitu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri – ciri yang sama.
      3.  Kaidah adalah dua konsep atau lebih jika dihubungkan satu sama lainnya maka terbentuklah suatu ketentuan yang mewakili suatu keteraturan.
      4. Prinsip adalah terjadinya kombinasi dari beberapa kaidah sehingga terbentuklah suatu kaidah yang lebih tinggi dan kompleks.
c.   Pengaturan kegiatan kognitif adalah kemampuan yang dapat menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
d.  Sikap adalah sikap tertentu seseorang terhadap suatu objek.
e.   Ketrampilan motorik adalah seseorang yang mampu melakukan suatu rangkaian gerak – gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengarahkan koordinasi antara gerak – gerik berbagai anggota badan secara terpadu. (Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006 : 17)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah sautu perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah melakukan berbagai aktivitas baik itu informasi verbal, intelektual, kognitif, sikap maupun ketrampilan motorik.


4.    Pendekatan Discovery Learning
Kegiatan pembelajaran dikatakan lebih bermakna apabila siswa sendiri yang menemukan dan menggali pengetahuannya dalam belajar. Discovery learning merupakan pendekatan pembelajaran yang diusulkan oleh ahli pendidikan Jerome Bruner. Dalam kamus bahasa inggris, discovery artinya menemukan dan learning artinya pembelajaran. Sedangkan pendekatan adalah suatu jalan, cara / kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran apabila dilihat dari sudut pandang bagaimana proses pengajaran dikelola (materi pelatihan terintegrasi, 2005 : 3).
Bruner (Sri esti Wuryani Djiwandono, 2006 : 171) mengemukakan bahwa :
“ We teach a subject not to produce little living libraries on that subject, but rather to get a student to think …
For himself, to consider matters as an historian does, to take part in the procces of knowledge – getting is a pocess, not a produc “.

Pembelajaran dengan pendekatan discovery learning pada intinya adalah membiarkan siswa mengikuti minat mereka sendiri untuk memperoleh informasi. Guru sebaiknya memotivasi siswa untuk mendapatkan informasi daripada mengajar siswa dengan jawaban guru (Nana Sudjana, 2006 : 173). Dengan demikian guru harus memandang siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan dunianya bukan hanya semata – mata makhluk pasif menerima apa adanya.
Pendekatan discovery learning merupakan suatu cara yang ditempuh guru dalam pembelajaran dengan membiarkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Pendekatan ini menekankan proses mental internal serta kerangka kognitif yang ada dalam pikiran siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Dimana, siswa harus membangun dan menemukan sendiri pengetahuannya.
Kita ketahui bahwa salah satu karakteristik matematika adalah bersifat abstrak. Dalam menemukan dan mengembangkan informasi yang bersifat abstrak, dibutuhkan wakil (represantasi) yang dapat ditangkap oleh indranya.
Erman Suherman, dkk  2003 : 44 menyatakan bahwa :
“Jika siswa ingin mempunyai kemampuan dalam menemukan konsep, teorema, definisi dan sebagainya, siswa harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide ke dalam pikiran, siswa harus menguasai konsep dan struktur yang terdapat dalam pokok bahasan dengan mencoba dan melakukan sendiri”.

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek (materi pelatihan terintegrasi, 2005 : 10). Sedangkan struktur adalah suatu sistem yang didalamnya memuat hubungan yang hierarki (materi pelatihan, 2005 : 15).
Dalam proses belajar guru sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi benda – benda. Melalui benda – benda yang ditelitinya itu, siswa akan melihat langsung keteraturan dan pola struktur yang ada dalam benda itu. Kemudian keteraturan dan pola struktur tersebut dihubungkan dengan pemikiran yang telah melekat pada dirinya. Sehingga siswa memeroleh penguatan yang diakibatkan interaksinya dengan benda – benda konkret yang ditelitinya. Bruner (Erman Suherman dkk, 2003:44) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran ada 3 tahapan representasi yang dapat digunakan siswa yaitu :
a.       Tahap enaktif  (pemahaman melalui tindakan) yaitu suatu tahap pembelajaran dimana informasi itu harus dipelajari secara aktif oleh siswa dengan menggunakan benda – benda konkret. Siswa memahamai realita melalui tindakan, dengan respon gerakan. Sebuah benda diberikan batasan sesuai dengan tindakan yang dilakukan terhadap benda tersebut. Dalam pembelajaran tingkat ini, guru mengembangkan belajar siswa dengan menghadapi sesuatu yang bersifat fisik.
b.      Tahap ikonik (pemahaman melalui penggambaran) yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan visual (gambar,skema,diagram dan sebaginya) yang menggambarkan situasi  konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut. Pembelajaran dalam tingkat ini, dilakukan dengan cara menggerakkan benda kearah peragaan atau gambar. Jadi, siswa berpikir dengan cara menggambarkan atau membayangkan.
c.       Tahap simbolik (pemahaman melalui bahasa) yaitu suatu tahap dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol abstrak , baik simbol verbal , lambang matematika maupun lambang abstrak lainnya. Bahasa merupakan alat untuk berpikir. Dalam tahap ini, siswa memanipulasi simbol – simbol atau lambang – lambang objek tertentu. Siswa tidak lagi terikat dengan objek – objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini diharapkan sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Dalam tingkat pemahaman ini, pembelajaran dapat disajikan secara verbal.
Proses belajar akan berjalan optimal jika proses belajar diawali dari tahap enaktif, apabila tahap ini dirasa cukup beralih ketahap ikonik dan selanjutnya ketahap simbolik.
Bruner sebagaimana yang dikemukakan oleh Erman Suherman dkk, 2003 : 44 mengemukakan ada 4 dalil yang terkait dalam penerapan discovery learning yaitu:
1.      Dalil Penyusunan (konstruksi)
Dalil ini menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah memahami konsep atau ide abstrak apabila dimanipulasi dengan benda – benda konkret. Jika siswa ingin mempunyai kemampuan dalam menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, siswa harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide tersebut kedalam pikiran, siswa harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukan sendiri. Dengan demikian, jika siswa aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut maka siswa akan lebih memahaminya. Dalam tahap ini siswa memperoleh penguatan yang di akibatkan interaksinya dengan benda – benda konkret yang dimanipulasinya. Sehingga dalam tahap awal pemahaman konsep diperlukan aktivitas yang dapat mengantarkan siswa kepada pengertian konsep.
2.      Dalil Notasi
Dalil ini menyatakan bahwa simbol abstrak harus diperkenalkan oleh siswa secara bertahap. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental siswa. Notasi yang diberikan tahap demi tahap sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenal sebelumnya oleh siswa, umumnya merupakan notasi yang akan banyak digunakan dan diperlukan dalam pembangunan konsep matematika selanjutnya. Sebagai contoh, untuk membantu siswa dalam memahami notasi  2log 8 adalah dengan notasi jembatan 2x = 8 yang dapat diartikan sebagai pangkat dari 2 agar didapat 8, sehingga  2log 8 = 3.
3.      Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Dalil ini menyatakan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep. Konsep matematika dikembangkan dengan beberapa contoh dan bukan contoh. Agar konsep dapat dipelajari siswa secara mendalam, diperlukan contoh yang banyak sehingga siswa mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Konsep yang diterangkan dengan contoh dan bukan contoh adalah salah satu cara pengontrasan. Melalui cara ini siswa akan mudah memahami arti karakteristik konsep yang diberikan tersebut. Keanekaragaman juga membantu siswa dalam memahami konsep yang disajikan karena dapat memberikan belajar bermakna bagi siswa.
Non contoh konsep trapesium :
4.      Dalil Konektivitas
Dalil ini menyatakan bahwa konsep tertentu harus dikaitkan dengan konsep lain yang lebih relevan. Artinya antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan erat. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, sama – sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal – hal lainnya. Melalui cara ini siswa akan mengetahui pentingnya konsep yang sedang dipelajari dan memahami bagaimana kedudukan rumus atau ide yang sedang dipelajarinya itu dalam matematika.
Dalam pembelajaran dikelas dengan penerapan dalil – dalil yang terkait dengan pendekatan discovery learning ini, siswa dapat mudah memahami dan menemukan konsep yang dipelajari. Pengetahuan ditemukan sendiri oleh yang belajar. Untuk itu materi yang dipelajari siswa harus diatur sedemikian sehingga siswa dapat menemukan hubungan yang terdapat didalamnya. Penemuan bukan merupakan peristiwa kebetulan tetapi terjadi melalui upaya siswa mencari hubungan dalam informasi yang dipelajari. Semakin luas informasi yang dimiliki, semakin mudah menemukan hubungan tersebut. Penemuam juga dapat menyebabkan perubahan dari ketergantungan pada penguatan dari puas kepada rasa puas akibat keberhasilan.
Sri Esti Wuryani Djiwandono (2006 : 174) mengemukakan beberapa hal yang dilakukan dalam pengajaran berdasarkan pendekatan discovery learning yaitu :
1.      Mendorong memberikan “ dugaan sementara “ dengan memberi pertanyaan
2.      Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
3.      Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika siswa ingin mengembangkan pikirannya atau ide yang terkadang tidak langsung berhubungan dengan mata pelajaran.
4.      Gunakan sejumlah contoh yang berlawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan topik.
Berkaitan dengan alat peraga, Jerome Brunner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya sebagaimana diungkapkan dalam Nasution (1982 : 15) yaitu sebagai berikut :
1.      Alat untuk menyampaikan pengalaman “ vicarious “ yaitu menyajikan bahan kepada murid – murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman, suara dan lain lain.
2.      Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur prinsip atau gejala, misalnya model molekul atau alat pernapasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah – langkah untuk memahami suatu prinsip, atau struktur pokok.
3.      Alat dramatisasi yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4.      Alat automatisasi seperti “ teaching machine “ atau pelajaran berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa.
Bruner dalam Nana sudjana, 1989 mengemukakam bahwa teori pengajaran harus mencakup 5 aspek yaitu :
1.      Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan – bahan pengajaran tetapi juga belajar berbagai cara bagaimana memperoleh infomasi dan memecahkan masalah. Pengajaran hendaknya mengembangkan keterampilan siswa kepada pengelolaan kemajuan intelektualnya.
2.      Struktur pengetahuan untuk membentuk pengalaman yang optimal
Guru harus memberi siswa pengetahuan tentang struktur pengetahuan dengan berbagai cara sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami aspek – aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh perhatian.
3.      Spesifikasi mengurutkan penyajian bahan pelajaran untuk dipelajari siswa
Guru harus mengubah pengetahuan menjadi bentuk yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir siswa. Oleh karena itu, bahan pengajaran hendaknya berhubungan, berurutan, dan sesuai dengan kemampuan siswa. Dalam mengurutkan bahan pengajaran agar dapat dipelajari siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria antara lain, kecepatan belajar, daya tahan untuk mengingat, transfer bahwa yang telah dipelajari kepada situasi baru.
4.      Peranan sukses dan gagal dan hakekat ganjaran dan hukuman
Penguatan sebaiknya dimulai untuk perbuatan yang ditujukan untuk pengulangan. Hadiah dan ganjaran adalah contoh penguatan yang digunakan untuk pengulangan perbuatan. Sedangkan hukuman digunakan untuk mencegah pengulangan.
5.      Prosedur mendorong berpikir
Pengajaran hendaknya diarahkan pada pemecahan masalah. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi dan memanfaatkan informasi untuk pemecahan masalah.
Guru harus dapat merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama – sama. Siswa diharapkan dapat “ menemukan kembali “ (reinvention) akan konsep, aturan ataupun algoritma.
Pembelajaran matematika yang demikian, akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreatifitas) siswa (materi pelatihan teintegrsi, 2005 : 9). Menurut Brunner (Sri esti Wuryani Djiwandono, 2006 : 173-174) seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran harus menimbulkan keingintahuan siswa, mengurangi resiko kegagalan dan serelevan mungkin untuk siswa. Dengan melakukan demikian, dapat diraih sejumlah tujuan yaitu :
1.      Memperkuat informasi pengetahuan yang sudah dikenal siswa, terutama jika bahan mata pelajaran dapat disampaikan dengan cara yang berbeda.
2.      Mengembalikan konsep – konsep yang sulit yang perlu didiskusikan lagi dengan siswa secara lebih terinci.
3.      Berpikir kembali tentang masalah yang sulit, karena siswa kadang – kadang melihat penyelesaian masalah yang sebelumnya tidak tampak.
4.      Menyampaikan bahan dari beberapa masalah yang belum terselesaikan untuk membantu siswa memperbaiki ketrampilan intelektual mereka sehingga secara perlahan – lahan memberi siswa kesempatan untuk belajar mandiri.
Gelstrap dan Martin sebagaimana yang dikemukakan oleh Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006 : 173 mengemukakan bahwa ada beberapa keuntungan penting dari pendekatan discovery learning yaitu :
1.      Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi siswa untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban
2.      Pendekatan ini dapat mengajar ketrampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulsi informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja.
Siti Inganah, dkk (2004 : 15) mengemukakan beberapa langkah – langkah dalam pembelajaran yaitu :
1.      Menentukan tujuan instruksional
2.      Memilih materi pelajaran
3.      Menentukan topik yang akan dipelajari
4.      Mencari contoh – contoh, tugas, ilustrasi dan sebagainya yang dapat digunakan siswa untuk bahan belajar
5.      Mengatur topik pelajaran dari konsep yang paling konkret ke yang abstrak, dari sederhana ke yang kompleks
6.      Mengevaluasi proses belajar
Modus representasi dari Bruner dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan konsep – konsep yang sifatnya abstrak kepada seseorang, sehingga dapat ditangkap oleh indranya. Dengan demikian pemahaman terhadap fungsi dari modus – modus representasi itu adalah penting.  Matematika merupakan bahasa atau lambang, yang baru mempunyai makna bila di interpretasikan. Seseorang akan memahami sesuatu, jika sesuatu itu mula – mula diinterpretasikan dalam modus – modus tertentu kemudian ke modus yang lain.


5.   Kubus dan Balok
Kubus dan balok merupakan bentuk bangun ruang yang paling banyak terdapat dalam kehidupan sehari – hari, mulai dari bentuk mainan anak, peralatan sekolah, dll. Kubus dan balok memiliki bidang yang membatasi bagian dalam dan bagian luar yang disebut bidang sisi. Bidang – bidang pada suatu balok maupun kubus berpotongan atau bertemu pada suatu garis yang disebut rusuk. Bidang – bidang suatu balok berbentuk persegi panjang. Bidang – bidang suatu kubus berbentuk persegi.
1.      Pengertian bidang dan rusuk
Kubus dan balok memiliki bidang yang membatasi bagian dalam dan bagian luar yang selanjutnya disebut bidang sisi. Bidang pada suatu balok atau kubus berpotongan atau bertemu pada suatu garis yang disebut rusuk.

      Sifat – sifat balok sebagai berikut :
1.      Memiliki 6 bidang (sisi) berbentuk persegi panjang yang tiap pasangnya kongruen
2.      Memiliki 12 rusuk dengan kelompok rusuk yang sama panjang
3.      Memiliki 8 titik sudut
4.      Memiliki 12 diagonal bidang
5.      Memiliki 4 diagonal ruang yang sama panjang dan berpotongan disatu titik
6.      Memiliki 6 bidang diagonal yang berbentuk persegi panjang




Titik sudut


rusuk
      Sifat – sifat kubus sebagai berikut :
1.      Memiliki 6 bidang (sisi) berbentuk persegi yang saling kongruen
2.      Memiliki 12 rusuk yang sama panjang
3.      Memiliki 8 titik sudut
4.      Memiliki 12 diagonal bidang yang sama panjang
5.      Memiliki 4 diagonal ruang yang sama panjang dan berpotongan disatu titik
6.      Memiliki 6 bidang diagonal berbentuk persegi panjang yang saling kongruen
2.   Jaring – jaring kubus dan balok
      Jika suatu bangun ruang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan          sehingga terjadi bangun datar, maka bangun datar tersebut disebut jaring –                                        jaring.
      Gambar dibawah adalah jaring – jaring kubus dan balok. Jaring – jaring kubus         merupakan rangkaian 6 buah persegi yang jika dilipat – lipat menurut garis                              persekutuan dua persegi dapat membentuk kubus, tetapi tidak boleh ada                                                                         bidang yang rangkap atau bertumpuk. Dengan demikian tidak semua   rangkaian  6 buah persegi merupakan jaring – jaring kubus. Begitu pula     dengan balok, jika rusuk – rusuk yang diiris berbeda, maka akan membentuk                               jaring – jaring balok yang berbeda pula.




Kubus

Balok







      Jaring – jaring kubus atau balok adalah sebuah bangun datar yang jika dilipat menurut ruas – ruas garis pada dua persegi yang berdekatan akan membentuk bangun kubus atau balok.
3.   Diagonal bidang, diagonal ruang dan bidang diagonal
Ruas garis yang menghubungkan titik sudut T dan V disebut diagonal bidang atau diagonal sisi. Bidang TUVW mempunyai 2 diagonal bidang. Diagonal bidang suatu balok adalah ruas garis yang menghungkan dua titik sudut yang berhadapan pada setiap bidang atau sisi balok.PV dan TR disebut diagonal ruang. Diagonal ruang tersebut akan berpotongan di satu titik. Diagonal ruang pada balok adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan dalam suatu ruang. Suatu balok memiliki enam bidang diagonal yang berbentuk persegi panjang dan tiap pasangannya kongruen.
4.   Luas permukaan kubus
Luas permukaan kubus atau balok adalah jumlah luas seluruh permukaan ( bidang) bangun ruang tersebut. Oleh karena kubus memiliki enam buah bidang dan tiap bidangnya berbentuk persegi, maka :
Luas permukaan kubus    = 6 x luas persegi
                                       = 6 x ( s x s ) = 6 x s2
Luas permukaan balok
Untuk menentukan luas permukaan balok yang berukuran panjang = p, lebar = l dan tinggi = t, maka :
Bidang alas sama dan sebangun dengan bidang atas, maka :
Luas bidang alas dan atas = 2 x ( p x l ) = 2pl
Bidang depan sama dan sebangun dengan bidang belakang, maka :
Luas bidang depan dan belakang = 2 x ( p x t ) = 2pt
Bidang kiri sama dan sebangun dengan bidang kanan, maka :
Luas bidang kiri dan kanan = 2 x ( l x t ) = 2lt
Jadi, luas permukaan balok = 2pl + 2lt + 2pt ) = 2 ( pl + pt + lt )
4.   Volume kubus dan balok
Untuk menyatakan ukuran besar suatu bangun ruang digunakan volume. Volume suatu bangun ruang ditentukan dengan membandingkan terhadap satuan pokok volume, misalnya 1 cm3.
Rumus volume balok dengan ukuran panjang = p, lebar = l dan tinggi = t adalah V = p x l x t. Sedangkan rumus volume kubus dengan panjang s adalah V = s x s x s atau s3.
5.   Perubahan volume kubus dan balok
Besar volume kubus maupun balok bergantung pada panjang rusukunya. Dengan demikian, jika panjang rusuk kubus atau balok berubah ukurannya, maka volumenya juga akan berubah. Untuk mengetahui besar perubahan volume pada kubus maupun balok dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara volume kubus atau balok mula – mula dengan volume kubus atau balok setelah diperbesar.



B.     KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut :
Penerapan pendekatan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Dengan adanya penerapan pendekatan ini diharapkan dapat melatih kemampuan siswa dalam menemukan konsep matematika dan siswa dapat lebih memahami konsep matematika. Sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam belajar. Siswa yang melakukan aktivitas belajar dengan mencari sendiri pengetahuannya secara aktif akan lebih memahami materi yang dipelajari, dibandingkan apabila siswa hanya menerima penjelasan dari guru. Jadi diasumsikan bahwa dengan adanya penerapan pendekatan discovery learning pada pembelajaran matematika dapat memotivasi dan merangsang keingintahuan siswa dalam belajar sehingga memungkinkan siswa menjadi lebih aktif dan pemahaman siswa menjadi lebih meningkat sehingga hasil belajar yang dicapai dapat meningkat dari sebelumnya.

C.     HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kerangka teoritik maka hipotesis tindakan untuk penelitian ini adalah “melalui penerapan pendekatan discovery learning maka hasil belajar siswa kelas VIIIa  SMP Yapis Quba pada pokok bahasan kubus dan balok dapat ditingkatkan“.



Previous
Next Post »
0 Komentar