Tampilkan postingan dengan label Kota Yogyakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kota Yogyakarta. Tampilkan semua postingan

Logo PT Taman Wisata Candi Borobudur

Add Comment

Taman Wisata Candi Borobudur
Kawasan taman arkeologi yang mengelilingi situs Candi Borobudur itu sejak tahun 1992 dikelola oleh PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya. PT TWC yang sudah berdiri sejak tahun 1980 ini sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pengelolaan kawasan pusaka mendapatkan supervisi langsung dari Kementerian Negara BUMN. Supervisi teknis pelestarian didapatkan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata melalui Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala.
Harga tiket masuk Taman Wisata Candi Borobudur dibedakan menjadi tiga, yakni:
1. Pengunjung domestik Rp 10.000,00/orang
2. Pengunjung mancanegara 12 US$/orang
3. Anak usia di bawah 12 tahun mendapatkan potongan 50%
(data hingga Januari 2009)
Waktu buka:
Senin – Minggu pukul 07.00 – 18.00
(Monday – Sunday from 07:00am to 06:00pm)
Kontak:
PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko
Kantor Pusat (Head Office)
Jl. Raya Yogya – Solo Km 16 Prambanan, Sleman, D.I. Yogyakarta 55571 Indonesia
phone : +62 274 496 402, 496 406
fax. : +62 274 496 404
e-mail : corporate@borobudurpark.co.id, jamari@borobudurpark.co.id (Jamari)
website: http://www.borobudurpark.co.id
Kantor Unit Borobudur (Borobudur Temple – Unit Office)
Jl. Badrawati, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah 56553 Indonesia
phone : +62 293 788 266
fax. : +62 293 788 132
e-mail : borobudur@borobudurpark.co.id, pujosuwarno@borobudurpark.co.id (Pujo Suwarno)
Kantor Perwakilan Jakarta (Jakarta Representative Office)
Menara Batavia Lantai 25 Jl. K.H. Mas Mansyur Kav 126 Jakarta 10220 Indonesia
phone : +62 21 5793 0331
fax. : +62 21 5793 0330
e-mail : jakarta@borobudurpark.co.id
SMS Visitor Center
ketik Candi kirim ke 7263 (Telkomsel) atau 9600 (operator lain)
+62 293 788 266

Souvenir Khas Kota Yogyakarta yang Menggoda

Add Comment
 
Berikut ini adalah informasi sederhana tentang Souvenir Khas Kota Yogyakarta. Jogja tidak pernah sepi dari kunjungan wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara terlebih pada saat musim liburan. Bisa dipastikan jalanan padat oleh pengunjung, hotel - hotel penuh, serta ramainya toko  yang menjual oleh - oleh khas Jogja. Ada banyak jenis oleh - oleh khas Jogja yang biasanya dipilih untuk dijadikan buah tangan dari Jogja. Diantaranya adalah daftar 10 oleh - oleh khas Jogja seperti di bawah ini
 
1. BAKPIA
 
Bila semula bakpia identik dengan daerah Pathuk, maka sekarang ini kita bisa menemukan produsen bakpia di wilayah diluar Pathuk. Jenis bakpia pun berkembang, termasuk jenis isiannya
 
2. GEPLAK
 
Camilan yang terbuat dari kelapa parut dan terasa sangat manis ini banyak dipilih wisatawan sebagai oleh - oleh khas Jogja. Geplak bisa awet selama beberapa hari sehingga sangat pas dijadikan buah tangan bag para wisatawan yang masih harus menempuh perjalanan panjang
 
3. BATIK
 
Jogja memang identik dengan batik. Dan setiap orang yang berkunjung ke Jogja pasti mayoritas tergoda untuk membeli batik, baik itu sudah berupa pakaian, sprei, bahan, dll. Sepanjang Malioboro hingga pasar Beringharjo depenuhi pleh para penjual batik. Keahlian menawar sangat diperlukan supaya kita bisa mendapatkan batik dengan harga yang miring
 
4. GUDEG
 
Jogja adalah gudeg, gudeg adalah Jogja. Tidak lengkap rasanya bila kita tidak menyantap gudeg saat mengunjungi Jogja. Bila kita ingin menjadikan gudeg sebagai oleh - oleh, kita bisa memilih  jenis gudeg yang kering sehingga tidak basi selama perjalanan
 
 
5. TAS ANYAMAN
 
Bagi para pecinta tas, membeli sebuah tas anyaman khas Jogja saat berada di Jogja adalah sebuah keharusan. Aneka ragam bentuk tas anyaman yang terbuat dari berbagai bahan, seperti enceng gondok, pelepah pisah, dll siap melengkapi penampilan kita sehari - hari
 
6. KAOS DENGAN GAMBAR PLESETAN ALA JOGJA
 
Bila dulu kaos dengan gambar plesetan ala Jogja hanya bermerk Dagadu, maka sekarang ini kita bisa menemukan banyak kaos seperti dengan beberapa merk yang lain. Kaos - kaos tersebut banyak dijajakan di sepanjang Malioboro maupun pusat oleh - oleh khas Jogja
 
7. BUNGA KERING
 
Bagi kita yang suka mendekor rumah dengan bunga - bunga kering, bunga kering buatan Jogja sangat pas untuk dijadikan pilihan oleh - oleh khas Jogja. Bunga kering yang terbuat dari aneka material ini bisa kita temukan di sepanjang Malioboro atapun di dalam pasar Beringharjo
 
8. KERAJINAN PERAK
 
Kita bisa mengunjungi Kotagede untuk mendapatkan aneka kerajinan yang terbuat dari perak. Mulai dari anting, gelang, kalung, bross, dll bisa kita dapatkan dengan harga murah di kawasan ini.
 
9. KERAJINAN TANGAN
 
Jogja kaya sekali dengan aneka kerajinan tangan. Bahkan banyak diantaranya yang telah berhasil diekspor keluar negeri. Kerajinan tangan khas Jogja bisa berupa patung, lampu, miniatur, dll
 
10. KERAMIK KASONGAN
 
Kita bisa sekalian mengunjungi Kasongan saat kita pulang dari kawasan pantai Parangtritis menuju ke arah kota Jogja. Disana kita bisa menemukan aneka bentuk keramik yang bisa kita jadikan oleh - oleh khas Jogja. Mulai dari gentong, guci, kursi, meja, dll
Sumber : carapedia.com
 
Berikut adalah catatan lain yang berkaitan dengan artikel di atas : 

Logo Kota Yogyakarta

Add Comment
Logo Kota Yogyakarta
Dasar Hukum
Ketetapan DPRD Nomor 2 Tahun 1952 tentang Penetapan Lambang Kota Praja Yogyakarta
Makna Lambang :
  1. Perbandingan ukuran 18 : 25 , untuk memperingati tahun permulaan perjuangan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta (tahun 1825)
  2. Warna Hitam : Simbol Keabadian
    • Warna Kuning dan Keemasan : Simbol Keluhuran
    • Warna Putih : Simbol Kesucian
    • Warna Merah : Simbol Keberanian
    • Warna Hijau : Simbol Kemakmuran
  3. Mangayu Hayuning Bawono : Cita-cita untuk menyempurnakan masyarakat
  4. Bintang Emas : Cita-cita kesejahteraan yang dapat dicapai dengan usaha dibidang kemakmuran
    •  Padi dan kapas: Jalan yang ditempuh dalam usaha kemakmuran pangan dan sandang
  5. Perisai : Lambang Pertahanan
  6. Tugu : Ciri khas Kota Yogyakarta
  7. Dua sayap : Lambang kekuatan yang harus seimbang
  8. Gunungan : Lambang kebudayaan
    • Beringin Kurung : Lambang Kerakyatan
    • Banteng : Lambang semangat keberanian
    • Keris : Lambang perjuangan
  9. Terdapat dua sengkala
    • Gunaning Keris Anggatra Kota Praja : Tahun 1953 merupakan tahun permulaan pemakaian Lambang Kota Yogyakarta
    • Warna Hasta Samadyaning Kotapraja : Tahun 1884
FLORA DAN FAUNA IDENTITAS KOTA YOGYAKARTA

Dalam rangka menumbuhkan menjadi kebanggaan dan maskot daerah telah ditetapkan pohon Kelapa Gading (Cocos Nuciferal vv.Gading) dan Burung Tekukur (Streptoplia Chinensis Tigrina) sebagai flora dan fauna identitas Kota Yogyakarta

Keberadaan pohon Kelapa Gading begitu melekat pada kehidupan masyarakat Yogyakarta, karena dikenal sebagai tanaman raja serta mempunyai nilai filosofis dan budaya yang sangat tinggi, sebagai kelengkapan pada upacara tradisional/religius, mempunyai makna simbolis dan berguna sebagai obat tradisional.

Burung tekukur dengan suara merdu dan sosok tubuh yang indah mampu memberikan suasana kedamaian bagi yang mendengar, menjadi kesayangan para pangeran dilingkungan kraton.  Dengan mendengar suara burung tekukur diharapkan orang akan terikat kepada Kota Yogyakarta.
 Sejarah Kota
SEJARAH KOTA YOGYAKARTA
Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945.  Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.  Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas.  Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.  DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.  Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.  Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab.  Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.
dikutip dari :http://www.jogjakota.go.id

Foto Kota Yogyakarta Jaman Dulu

Add Comment
STM 1 Jetis Tempoe dulu
yang ini foto sekolah ku dulu jaman sebelum jadi STM, nama nya dulu adalah Prcince Juliana School, sekarang jadi STM 1 Jetis, sekolahnya di Kota , tapi yang sekolah diana umumnya dari luar kota (bantul, kalasan, sleman pinggiran hehehhe)…

Kedaton Pleret.
Sekarang bangunan ini sudah tidak ada, dulunya (konon katane orang pleret) ada pabrik gula juga disini. bantul memang banyak pabrik gula, mulai dr madukismo , ganjuran, tanuditan.. tp sekarang sudah meninggalkan sektor pertanian.

Tugu Jogja,
jaman dahulu enak kalo foto2 di tugu, masih seoi, terus masih rindang, banyak becak…. nak punya mesin waktu pengen nang jogja jaman dahulu… skrg kalo foto2 harus malam, kalo siang ke senggol kendaraan…

Stasiun Tugu

venderbrug

taman sari (kanan kiri blm ramai )

pasar ngasem, jaman masih banyak pohon asem…

Malioboro, waktu masih sepi….

jaman belanda malioboro buat ngetem serdadu Londo, dan berfoto bersama..

pasar beringharjo,dahulu sudah ramai… sekarang sangat ramai..

Alun-alun utara
alun2 kidul
bank BNI jaman dahulu….

kantor Pos BEsar Jogja….

sungguh menarik kota jogja jaman dahulu, tenang, sejuk, damai,….bersih

dikutip dari