Tampilkan postingan dengan label Kota Bandung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kota Bandung. Tampilkan semua postingan

Logo Baru PD Pasar Kota Bandung 2014

Add Comment
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Bermartabat Kota Bandung kini punya logo baru. Peresmian logo baru itu dilakukan Walikota Bandung Ridwan Kamil di Bandung Trade Mal Jl. Ibrahim Aji Kiaracondong, Sabtu (3/5). Peresmian dihadiri juga Dirut PD Pasar Bermartabat Kota Bandung Rinald Siswadi, SH.
“Makna dari perubahan logo ini adalah semangat baru untuk PD Pasar dan juga pelanggan pasar trandisional di Kota Bandung. Kita ingin, pasar tradisional di Kota Bandung menjadi pasar tradisional juara”, ujar Ridwan Kamil.
Menurut Kang Emil, sapaan akrab Walikota Bandung, pasar tradisional harus memberikan yang terbaik bagi pelanggannya. Oleh karena itu di bawah logo baru itu ada tulisan "Pasar Sae".
“Sae itu makna filosofisnya adalah pelayanan dan kualitas yang terjamin. Pelayanan yang memuaskan, tempatnya bersih dan kualitas barang juga terjaga dengan baik” katanya.
Emil juga menuturkan tahun 2014 ini, ada dua pasar tradisional yang akan direvitalisasi dengan konsep baru, yaitu pasar Sukajadi dan Pasar Cijerah.
Sumber berita : http://jabarprov.go.id

Souvenir Khas Kota Bandung - Jawa Barat

1 Comment
Kali ini admin sempatkan merangkum catatan tentang souvenir / Oleh - oleh khas kota yang di juluki Kota kembang ini, berbicara tentang kota Bandung, yang paling unik dari daerah ini sebenarnya lebih di dominasi oleh Kuliner alias makanan khas, namun bukan berarti tidak ada souvenir khas yang berupa barang. sedangkan Makanan Khas dari kota Bandung ini di antaraya :
1. Gorengan Tempe - Ada di dekat terminal Leuwi Panjang. Pasar Kosambi
2. Sus Merdeka - Di Jalan Merdeka deket BIP
3. Kartika Sari - cukup banyak toko nya. yag strategis di jalan Buah Batu
4. Brownies Amanda - Yang asli ada di jalan ir Juanda / Dago
5. Cendol Elizabeth - banyak yg jual di dekat - dekat mall atau FO

Souvenir khas bandung pastinya banyak dicari setelah Anda mengunjungi dan berwisata di bandung. Banyak tempat yang menjual souvenir unik di bandung, mulai dari makanan khas bandung, hingga pakaian yang banyak sekali dicari oleh pemburu oleh-oleh.

Kunjungan anda ke kota Bandung pastinya terasa belumlah lengkap jika tidak membawa oleh-oleh dari bandung, baik yang nantinya akan Anda berikan kepada teman dekat atau bahkan sanak famili. Kalau ciri khas bandung diantaranya ada wayang golek dan alat musik angklung. Wayang golek bisa Anda dapatkan di sepanjang Jalan nyengseret , Jalan kiaracondong , atau di sekitar pertokoan Palaguna, sedangkan alat musik khas Jawa Barat yaitu angklung bisa Anda peroleh di Saung Mang Ujo di Jalan Padasuka No118 Telp 7271714.

Dan tentu saja tidak lengkap jika ke bandung Anda belum membeli pakaian, karena bandung dikenal sebagai pusat fashionnya Indonesia. Untuk membeli sepatu dan aksesoris kulit lainnya bisa diperoleh di sepanjang Jalan Cibaduyut, sedangkan pakaian, celana jins, dan bahkan peuyeum sebagai makanan khas bandung bisa dibeli di Jalan Cihampelas.

Berikut list beberapa souvenir khas bandung lainnya bisa Anda dapatkan di sini.

Industri Keramik

Jln Stasiun KiaraCondong


Koperasi Sugih Mukti

Jl .Babakan Ciparay Telp . 673372


Industri Kerajinan Rotan

Sepanjang jalan Setiabudhi


Kelom Geulis " KENG "

Jln Cihampelas 205 Telp 236696


Alat Musik Angklung Saung Mang Ujo

Jln Padasuka 118 Telp 7271714

Alat Musik Mini Kecapi RISKONDA

Jl Moh Toha Telp 5209051


Industri Tas ELIZABETH

Jl Otto Iskandardinata 520 Telp 520115


Kaos Dan Topi C-59

Jl . Caladi 59

Demikianlah sekilas share mengenai  beberapa tempat yang bisa Anda jadikan referensi untuk mencari souvenir khas bandung. Semoga bermanfaat.

Berikut adalah catatan lain yang berkaitan dengan artikel di atas :

Logo Kabupaten Bandung

Add Comment
Logo Kabupaten Bandung
VISI KABUPATEN BANDUNG :
"Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik dan Pemantapan Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan
Berwawasan Lingkungan"
MISI KABUPATEN BANDUNG :
Untuk mewujudkan Visi di atas, maka harus ditetapkan juga Misi yang harus mendapatkan perhatian seksama dimana tugas yang diemban oleh Pemerintah Kabupaten Bandung adalah:
1. Meningkatkan profesionalisme birokrasi;
2. Meningkatkan kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan) yang berlandaskan Iman dan takwa serta
    melestarikan budaya sunda;
3. Memantapkan pembangunan perdesaan;
4. Meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah;
5. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah;
6. Meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing;
7. Memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan berkelanjutan.
 BERDIRINYA KABUPATEN BANDUNG MENURUT
Prof. Dr. A. Sobana H. M.A
(Wawancara tanggal 14 Oktober 2011)


    Sebelum Kabupaten Bandung berdiri, daerah Bandung dikenal dengan sebutan "Tatar Ukur". Menurut naskah Sadjarah Bandung, sebelum Kabupaten Bandung berdiri, Tatar Ukur adalah termasuk daerah Kerajaan Timbanganten dengan ibukota Tegalluar. Kerajaan itu berada dibawah dominasi Kerajaan Sunda-Pajajaran. Sejak pertengahan abad ke-15, Kerajaan Timbanganten diperintah secara turun temurun oleh Prabu Pandaan Ukur, Dipati Agung, dan Dipati Ukur.

Pada masa pemerintahan Dipati Ukur, Tatar Ukur merupakan suatu wilayah yang cukup luas, mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat, terdiri atas sembilan daerah yang disebut "Ukur Sasanga".
Setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh (1579/1580) akibat gerakan Pasukan Banten dalam usaha menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, Tatar Ukur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, penerus Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Sumedanglarang didirikan dan diperintah pertama kali oleh Prabu Geusan Ulun pada (1580-1608), dengan ibukota di Kutamaya, suatu tempat yang terletak sebelah Barat kota Sumedang sekarang. Wilayah kekuasaan kerajaan itu meliputi daerah yang kemudian disebut Priangan, kecuali daerah Galuh (sekarang bernama Ciamis).

Ketika Kerajaan Sumedang Larang diperintah oleh Raden Suriadiwangsa, anak tiri Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya, Sumedanglarang menjadi daerah kekuasaan Mataram sejak tahun 1620. Sejak itu status Sumedanglarang pun berubah dari kerajaan menjadi Kabupaten dengan nama Kabupaten Sumedang. Mataram menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanannya di bagian Barat terhadap kemungkinan serangan Pasukan Banten dan atau Kompeni yang berkedudukan di Batavia, karena Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) bermusuhan dengan Kompeni dan konflik dengan Kesultanan Banten.

Untuk mengawasi wilayah Priangan, Sultan Agung mengangkat Raden Aria Suradiwangsa menjadi Bupati Wedana (Bupati Kepala) di Priangan (1620-1624), dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata, terkenal dengan sebutan Rangga Gempol I. Tahun 1624 Sultan agung memerintahkan Rangga Gempol I untuk menaklukkan daerah Sampang (Madura). Karenanya, jabatan Bupati Wedana Priangan diwakilkan kepada adik Rangga Gempol I pangeran Dipati Rangga Gede. Tidak lama setelah Pangeran Dipati Rangga Gede menjabat sebagai Bupati Wedana, Sumedang diserang oleh Pasukan Banten. Karena sebagian Pasukan Sumedang berangkat ke Sampang, Pangeran Dipati Rangga Gede tidak dapat mengatasi serangan tersebut.


Adipati Ukur
  Akibatnya, ia menerima sanksi politis dari Sultan Agung. Pangeran Dipati Rangga Gede ditahan di Mataram. Jabatan Bupati Wedana Priangan diserahkan kepada Dipati Ukur, dengan syarat ia harus dapat merebut Batavia dari kekuasaan Kompeni. Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur untuk membantu pasukan Mataram menyerang Kompeni di Batavia. Akan tetapi serangan itu mengalami kegagalan. Dipati Ukur menyadari bahwa sebagai konsekwensi dari kegagalan itu ia akan mendapat hukuman seperti yang diterima oleh Pangeran Dipati Rangga Gede, atau hukuman yang lebih berat lagi. Oleh karena itu Dipati Ukur beserta para pengikutnya membangkang terhadap Mataram. Setelah penyerangan terhadap Kompeni gagal, mereka tidak datang ke Mataram melaporkan kegagalan tugasnya. Tindakan Dipati Ukur itu dianggap oleh pihak Mataram sebagai pemberontakan terhadap penguasa Kerajaan Mataram.

Terjadinya pembangkangan Dipati Ukur beserta para pengikutnya dimungkinkan, antara lain karena pihak Mataram sulit untuk mengawasi daerah Priangan secara langsung, akibat jauhnya jarak antara Pusat Kerajaan Mataram dengan daerah Priangan. Secara teoritis, bila daerah tersebut sangat jauh dari pusat kekuasaan, maka kekuasaan pusat di daerah itu sangat lemah. Walaupun demikian, berkat bantuan beberapa Kepala daerah di Priangan, pihak Mataram akhirnya dapat memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Menurut Sejarah Sumedang (babad), Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung (daerah Bandung) pada tahun1632. Setelah "pemberontakan" Dipati Ukur dianggap berakhir, Sultan Agung menyerahkan kembali jabatan Bupati Wedana Priangan kepada Pangeran Dipati Rangga Gede yang telah bebas dari hukumannya. Selain itu juga dilakukan reorganisasi pemerintahan di Priangan untuk menstabilkan situasi dan kondisi daerah tersebut. Daerah Priangan di luar Sumedang dan Galuh dibagi menjadi tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Parakanmuncang dan Kabupaten Sukapura dengan cara mengangkat tiga kepala daerah dari Priangan yang dianggap telah berjasa menumpas pemberontakan Dipati Ukur.


Silsilah Prabu Siliwangi - Dipati Ukur

Ketiga orang kepala daerah dimaksud adalah Ki Astamanggala, umbul Cihaurbeuti diangkat menjadi mantri agung (bupati) Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangunangun, Tanubaya sebagai bupati Parakanmuncang dan Ngabehi Wirawangsa menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha. Ketiga orang itu dilantik secara bersamaan berdasarkan "Piagem Sultan Agung", yang dikeluarkan pada hari Sabtu tanggal 9 Muharam Tahun Alip (penanggalan Jawa). Dengan demikian, tanggal 9 Muharam Taun Alip bukan hanya merupakan hari jadi Kabupaten Bandung tetapi sekaligus sebagai hari jadi Kabupaten Sukapura dan Kabupaten Parakanmuncang.


Samudera Indonesia

Berdirinya Kabupaten Bandung, berarti di daerah Bandung terjadi perubahan terutama dalam bidang pemerintahan. Daerah yang semula merupakan bagian (bawahan) dari pemerintah kerajaan (Kerajaan Sunda-Pajararan kemudian Sumedanglarang) dengan status yang tidak jelas, berubah menjadi daerah dengan status administrative yang jelas, yaitu Kabupaten. Setelah ketiga bupati tersebut dilantik di pusat pemerintahan Mataram, mereka kembali ke daerah masing-masing. Sajarah Bandung (naskah) menyebutkan bahwa Bupati Bandung Tumeggung Wiraangunangun beserta pengikutnya dari Mataram kembali ke Tatar Ukur. Pertama kali mereka datang ke Timbanganten. Di sana bupati Bandung mendapatkan 200 cacah. Selanjutnya Tumenggung Wiraangunangun bersama rakyatnya membangun Krapyak, sebuah tempat yang terletak di tepi Sungat Citarum dekat muara Sungai Cikapundung, (daerah pinggiran Kabupaten Bandung bagian Selatan) sebagai ibukota Kabupaten. Sebagai daerah pusat Kabupaten Bandung, Krapyak dan daerah sekitarnya disebut Bumi Tatar Ukur Gede.

Wilayah administrative Kabupaten Bandung di bawah pengaruh Mataram (hingga akhir abad ke-17), belum diketahui secara pasti, karena sumber akurat yang memuat data tentang hal itu tidak/belum ditemukan. Menurut sumber pribumi, data tahap awal Kabupaten Bandung meliputi beberapa daerah antara lain Tatar Ukur, termasuk daerah Timbanganten, Kahuripan, Sagaraherang, dan sebagian Tanah medang.

Boleh jadi, daerah Priangan di luar Wilayah Kabupaten Sumedang, Parakanmuncang, Sukapura dan Galuh, yang semula merupakan wilayah Tatar Ukur (Ukur Sasanga) pada masa pemerintahan Dipati Ukur, merupakan wilayah administrative Kabupaten Bandung waktu itu. Bila dugaan ini benar, maka Kabupaten Bandung dengan ibukota Karapyak, wilayahnya mencakup daerah Timbanganten, Gandasoli, Adiarsa, Cabangbungin, Banjaran, Cipeujeuh, Majalaya, Cisondari, Rongga, Kopo, Ujungberung dan lain-lain, termasuk daerah Kuripan, Sagaraherang dan Tanahmedang.

Kabupaten Bandung sebagai salah satu Kabupaten yang dibentuk Pemerintah Kerajaan Mataram, dan berada di bawah pengaruh penguasa kerajaan tersebut, maka sistem pemerintahan Kabupaten Bandung memiliki sistem pemerintahan Mataram. Bupati memiliki berbagai jenis symbol kebesaran, pengawal khusus dan prajurit bersenjata. Simbol dan atribut itu menambah besar dan kuatnya kekuasaan serta pengaruh Bupati atas rakyatnya. Besarnya kekuasaan dan pengaruh bupati, antara lain ditunjukkan oleh pemilikan hak-hak istimewa yang biasa dmiliki oleh raja. Hak-hak dimaksud adalah hak mewariskan jabatan, hak memungut pajak dalam bentuk uang dan barang, hak memperoleh tenaga kerja (ngawula), hak berburu dan menangkap ikan dan hak mengadili.

Dengan sangat terbatasnya pengawasan langsung dari penguasa Mataram, maka tidaklah heran apabila waktu itu Bupati Bandung khususnya dan Bupati Priangan umumnya berkuasa seperti raja. Ia berkuasa penuh atas rakyat dan daerahnya. Sistem pemerintahan dan gaya hidup bupati merupakan miniatur dari kehidupan keraton. Dalam menjalankan tugasnya, bupati dibantu oleh pejabat-pejabat bawahannya, seperti patih, jaksa, penghulu, demang atau kepala cutak (kepala distrik), camat (pembantu kepala distrik), patinggi (lurah atau kepala desa) dan lain-lain.

Kabupaten Bandung berada dibawah pengaruh Mataram sampai akhir tahun 1677. Kemudian Kabupaten Bandung jatuh ketangan Kompeni. Hal itu terjadi akibat perjanjian Mataram - Kompeni (perjanjian pertama) tanggal 19-20 Oktober 1677. Di bawah kekuasaan Kompeni (1677-1799), Bupati Bandung dan Bupati lainnya di Priangan tetap berkedudukan sebagai penguasa tertinggi di Kabupaten, tanpa ikatan birokrasi dengan Kompeni.Sistem pemerintahan Kabupaten pada dasarnya tidak mengalami perubahan, karena Kompeni hanya menuntut agar bupati mengakui kekuasaan Kompeni, dengan jaminan menjual hasil-hasil bumi tertentu kepada VOC. Dalam hal ini bupati tidak boleh mengadakan hubungan politik dan dagang dengan pihak lain. Satu hal yang berubah adalah jabatan bupati wedana dihilangkan. Sebagai gantinya, Kompeni mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai pengawas (opzigter) daerah Cirebon - Priangan (Cheribonsche Preangerlandan).

Salah satu kewajiban utama Bupati terhadap kompeni adalah melaksanakan penanaman wajib tanaman tertentu, terutama kopi, dan menyerahkan hasilnya. Sistem penanaman wajib itu disebut Preangerstelsel. Sementara itu bupati wajib memelihara keamanan dan ketertiban daerah kekuasaannya. Bupati juga tidak boleh mengangkat atau memecat pegawai bawahan bupati tanpa pertimbangan Bupati Kompeni atau penguasa Kompeni di Cirebon. Agar bupati dapat melaksanakan kewajiban yang disebut terakhir dengan baik, pengaruh bupati dalam bidang keagamaan, termasuk penghasilan dari bidang itu, seperti bagian zakat fitrah, tidak diganggu baik bupati maupun rakyat (petani) mendapat bayaran atas penyerahan kopi yang besarnya ditentukan oleh Kompeni.

Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni - VOC akhir tahun 1779, Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak. Selama itu Kabupaten Bandung diperintah secara turun temurun oleh enam orang bupati. Tumenggung Wiraangunangun (merupakan bupati pertama) angkatan Mataram yang memerintah sampai tahun 1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan Kompeni yakni Tumenggung Ardikusumah yang memerintah tahun 1681-1704, Tumenggung Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R. Anggadireja III dengan gelar R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A. Wiranatakusumah II yang memerintah dari tahun 1794 hingga tahun 1829. Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak ke Kota Bandung.

Sumber:
PENELUSURAN SEJARAH Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 1846 - 2010

Foto Kota Bandung Jaman Dulu

Add Comment
Bulan Oktober dan November yang lalu di Bandung diadakan festival komunitas kreatif yang bernama Helarfest (baca kegiatan ini di sini). Nah, panitia Helarfest memajang foto-foto Bandung tempo doeloe seukuran papan billboard. Foto-foto itu dipajang pada tiang penyangga jalan layang Pasupati di sepanjang jalan Cikapayang. Pengendara yang melewati jalan di bawah jembatan layang ini tentu dapat menikmati forto-foto besar yang menampilkan kota Bandung pada awal abad 20. Hingga sekarang foto-foto besar itu masih dipajang.
Kemarin saya menyempatkan diri turun dari kendaraan dan memfoto foto-foto yang menarik itu sepanjang jalan Cikapayang. Sebagai penggemar foto, saya sangat suka mengabadikan hal-hal menarik yang saya lihat sepanjang perjalanan. Berikut hasil jepretan saya (dengan kamera ponsel). Klik foto untuk melihat lebih besar.
1. Foto perempatan jalan A.Yani dan Jalan Riau (Martadinata) pada tahun 1920.

2. Jalan Riau pada tahun 1917.

3. Alun-alun Bandung pada tahun 1938.

4. Jalan Asia Afrika pada tahun 1920

5. Jalan Braga pada tahun 1911

6. Kampus ITB pada tahun 1920

7. Kologdom (markas militer) pada tahun 1923

8. Jalan antara Kopo dan Ciwidey pada tahun 1880

9. Masjid Agung dan alun-alun Bandung pada tahun 1890

10. Seputar GOR Saparua pada tahun 1930

11. Taman Balaikota pada tahun 1920


sumber artikel ini