Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan

Logo Kota Cilegon

1 Comment
Logo Kota Cilegon
LAMBANG DAERAH KOTA CILEGON
(Perda Nomor 2 Tahun 2000 tentang Lambang Daerah)
BENTUK, UKURAN DAN ARTI LAMBANG
  1. Lambang Daerah berbentuk perisai, yang didalamnya terdapat bentuk gambar dan warna serta bagian atas terdapat tulisan “KOTA CILEGON” dibagian bawah didasari pita yang bertuliskan “AKUR SEDULUR JUJUR ADIL MAKMUR” ;
  2. Lambang Daerah terdiri dari 3 (tiga) bagian dengan perincian sebagai berikut :

  • Bentuk gambar terdiri dari :
  1. Bintang yang berujung 5 (lima) melambangkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah asas yang luhur ;
  2. Tugu Geger Kota Cilegon yang menjulang tinggi melambangkan kekompakkan aparat dengan seluruh lapisan masyarakat yang beraneka ragam suku dan agama ;
  3. Lidah Api yang berujung 9 (sembilan) melambangkan semangat yang berkobar-kobar tiada henti ;
  4. Padi dan Kapas melambangkan Kota Cilegon cukup sandang dan pangan ;
  5. Pena melambangkan Kota Cilegon sebagai Kota Pendidikan ;
  6. Gunung adalah Gunung Batur sebagai zona batas gerilya para pejuang Kota Cilegon ;
  7. Dinding adalah benteng Surosoan yang terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) bata dan 4 (empat) puncak ;
  8. Gapura Kaibon melambangkan Kota Cilegon sebagai Pintu Gerbang antara Pulau Jawa dan Sumatera ;
  9. Ombak laut yang berjumlah 9 (sembilan) melambangkan masyarakat Kota Cilegon yang dinamis dan energik ;
  10. Laut dan Jangkar melambangkan Kota Cilegon adalah Kota Pelabuhan sebagai jembatan yang menghubungkan pulau Jawa dan Sematera ;
  11. Roda Gigi melambangkan Kota Cilegon sebagai Kota Industri ;
  12. Pita melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Kota Cilegon yang kuat ;
  • Warna Lambang Daerah terdiri dari :
1. Warna Merah melambangkan keberanian dan dinamis didasari kebenaran ;
2. Warna Putih melambangkan kesucian dan kejujuran ;
3. Warna Kuning melambangkan keadilan, kekuasaan, kewibawaan dan keanggunan ;
4. Warna Hitam melambangkan ketabahan dan kelanggengan ;
5. Warna Hijau melambangkan kesejukan, kesegaran dan Kemakmuran ;
6. Warna Biru melambangkan keaslian, kejernihan dan kesentosaan ;
7. Warna Coklat melambangkan keteguhan dan semangat ;
  • Lambang Daerah yang terdiri atas bentuk gambar dan warna mempunyai makna :
  1. Kapas berjumlah 17 (tujuh belas), Roda Gigi berjumlah 8 (delapan) dan Padi berjumlah 45 (empat lima) yang bermakna Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 ;
  2. Dinding Bata Benteng Surosoan berjumlah 27 (dua puluh tujuh), Puncak Benteng berjumlah 4 (empat), Lidah Api berjumlah 9 (sembilan) dan Ombak Laut berjumlah 9 (sembilan) mempunyai makna Kelahiran Kota Cilegon, 27 April 1999 ;
  • Arti Semboyan Lambang Daerah adalah sebagai berikut :
  1. AKUR SEDULUR berarti wacana dan konfigurasi kebhinekaan Indonesia yang perlu tetap indah terjalin dalam wujud persatuan yang utuh, harmonis, saling mendukung, damai dengan sesama, rasa saling menghargai dalam kehidupan yang Kosmopolitan multi etnis ;
  2. JUJUR berarti esensi kehidupan yang hakiki adalah semata-mata anugerah Allah SWT, oleh karena itu amanah harus dapat terpelihara dan ditanamkan dengan kejujuran terhadap diri sendiri atau dengan sesama serta kepada-Nya ;
  3. ADIL MAKMUR berarti kebutuhan universal dan menyiratkan keinginan keadilan yang berkemakmuran dan kemakmuran yang berkeadilan lahir batin bagi seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Cilegon pada Masa Sultan Ageng Tirtayasa (Tahun 1651-1672)
Pada Tahun 1651 Cilegon merupakan kampung kecil dibawah kekuasaan Kerajaan Banten pada masa Kerajaan Sultan Ageng Tirtayasa (Th. 1651-1672).
Pada masa itu wilayah Cilegon masih berupa tanah rawa yang belum banyak didiami orang. Namun sejak masa keemasan Kerajaan Banten dibawah Sultan Ageng Tirtayasa dilakukan pembukaan daerah di Serang dan Cilegon yang dijadikan persawahan. Sejak saat itu banyak pendatang yang menetap di Cilegon sehingga masyarakat Cilegon sudah heterogen.
Cilegon pada Masa Pembentukan Districh Cilegon (Kewedanaan Cilegon)
Sejak dibentuknya Districh Cilegon Tahun 1816, perkembangan Cilegon sangat pesat sehingga yang semula merupakan kampung kecil menjadi Kewedanaan. Kantor Districh Cilegon (Kewedanaan Cilegon) masih ada dan berdiri dengan kokoh sampai sekarang.
Cilegon pada Masa Pemberontakan Geger Cilegon
Pada Tanggal 9 Juli 1888 terjadi puncak perlawanan rakyat Cilegon kepada kolonial Belanda yang dipimpin oleh KH. Wasid yang dikenal dengan pemberontakan Geger Cilegon. Pemberontakan Geger Cilegon mengilhami perjuangan rakyat untuk membebaskan dari penindasan penjajah Belanda dan melepaskan diri dari kelaparan akibat tanam paksa pada masa itu.
Cilegon pada Masa Tahun 1924
Pada Tahun 1924, di Kewedanaan Cilegon talah ada perguruan pendidikan yang berbasis Islam yang menonjol yaitu Perguruan Al-Khaeriyah dan Madrasah Al-Jauharotunnakiyah Cibeber.
Perguruan Al-Khaeriyah dan Al-Jauharotunnakiyah Cibeber berkembang dengan pesat dan melahirkan tokoh-tokoh pendidikan yang berbasis Islam di Cilegon. Sampai dengan saat ini Perguruan Al Khaeriyah dan Madrasah Al-Jauharotunnakiyah Cibeber masih eksis yang berlokasi di Desa Citangkil dan Desa Cibeber.
Cilegon pada Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945
Seperti rakyat Indonesia lain, rakyat Cilegon pada masa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia telah menunjukkan semangat juangnya. Hal ini terlepas diilhami semangat juang KH. Wasid pada masa pemberontakan Geger Cilegon.
Jiwa patriotisme rakyat Cilegon dan Banten pada umumnya di zaman revolusi fisik mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah ditunjukkan terkenal dengan Tentara Banten.
Cilegon Memasuki Era Tahun 1962
Sejak hadirnya Pabrik Baja TRIKORA pada Tahun 1962 di Cilegon merupakan babak baru bagi era industri di wilayah Cilegon. Perkembangan yang cepat industri baja TRIKORA tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 pada tanggal 31 Agustus 1970 berubah menjadi Pabrik Baja PT. Krakatau Steel Cilegon berikut anak perusahaannya.
Perkembangan industri yang pesat di Cilegon berdampak pula terhadap sektor lainnya seperti perdagangan, jasa dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Mata pencaharian penduduk Cilegon yang semula sebagian besar adalah petani berubah menjadi buruh, pedagang dan lain sebagainya.
Kota Cilegon yang merupakan kota sedang yang memiliki potensi kota besar dengan segala fasilitas sarana dan prasarana perhubungan laut antara lain adanya pelabuhan penyeberangan (Ferry), Pelabuhan Umum, Pelabuhan Khusus.
Perubahan Kewedanaan Cilegon menjadi Kota Administratif Cilegon Tahun 1987
Kewedanaan Cilegon wilayahnya meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulomerak.
Dengan perkembangan pembangunan yang sangat cepat terutama dengan adanya sentra industri baja PT. Krakatau Steel beserta seluruh anak perusahaannya diikuti hadirnya pabrik-pabrik seperti PLTU Suralaya, PT. Chandra Asri dan lain-lain telah mempengaruhi kondisi budaya dan penggunaan lahan dari daerah persawahan dan peladangan menjadi daerah industri, perdagangan, jasa dan perumahan serta pariwisata. Sejalan dengan pertumbuhan Kota Cilegon yang cepat itu, maka dibutuhkan pelayanan umum yang lebih cepat, terarah dan sesuai dengan tuntutan kehidupan masyarakat kota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1986 tanggal 17 September 1986 Kewedanaan Cilegon menjadi Kota Administratif Cilegon dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Juli 1987, meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Cilegon, Pulomerak, dan Ciwandan serta dirangkaikan dengan pelantikan Walikotatif oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1992 pada tanggal 11 Januari 1992 Kecamatan Cilegon dimekarkan menjadi Kecamatan Cilegon dan Cibeber. Sehingga Kota Administratif Cilegon meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu Cilegon, Cibeber, Pulomerak dan Ciwandan.
Cilegon Menjadi Kotamadya Tahun 1999
Kota Administratif Cilegon yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Serang dalam perkembangannya tumbuh sebagai kota industri bagi wilayah barat bagian Jawa Barat. Di Kota Cilegon saat ini terdapat industri berat dan menengah dalam kapasitas regional dan nasional.
Kota Cilegon juga merupakan jalur lalu lintas penghubung antara Pulau Jawa dan Sumatera dengan pelabuhan penyeberangan Merak. Kesemuanya ini menjadikan Kota Cilegon fungsinya semakin berkembang, disamping sebagai kota industri juga sebagai kota transito, perdagangan dan jasa.
Melihat kedudukan Kota Cilegon sangat strategis ditinjau dari segi politik, sosial budaya serta pertahanan keamanan, maka untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, Kota Administratif Cilegon dibentuk menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 (Lembaran Negara 3828) tanggal 20 April 1999 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid pada tanggal 27 April 1999 dan dirangkaikan dengan pengangkatan penjabat Walikotamadya Daerah Tingkat II Cilegon yakni H. Tb. Riva’i Halir.
Menjadi Kota Cilegon
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839), maka penyebutan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon berubah menjadi Kota Cilegon.
Pada tanggal 4 September 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon diresmikan, yang keanggotaanya berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 , dengan Ketua DPRD Kota Cilegon H. Zaidan Riva’i.
Pada tanggal 28 Februari 2000 dilakukan pemilihan Walikota definitif oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cilegon secara demokrasi dan terpilih menjadi Walikota pertama Kota Cilegon adalah H. Tb. Aat Syafa’at dengan didampingi oleh Wakil Walikota Cilegon yaitu H. Djoko Munandar. Atas nama Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana melantik secara resmi Walikota Cilegon pada tanggal 7 April 2000.
Dalam perjalanannya, Wakil Walikota Cilegon, Dr. Djoko Munandar, M.Eng mencalonkan diri menjadi Gubernur Banten, dan terpilih menjadi Gubernur Banten. Dengan demikian, jabatan Wakil Walikota Cilegon menjadi kosong.
Peluang yang diberikan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah semakin memberikan keleluasaan bagi Kota Cilegon untuk mewujudkan cita-cita masyarakat.
Untuk ke 2 kalinya Pada tanggal 20 Juli 2005, H. Tb. Aat Syafa’at, S.Sos, M.Si menjadi Walikota Cilegon, pada periode ke 2 H. Tb. Aat Syafa’at, S.Sos, M.Si didampingi Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si dan dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon oleh Gubernur Banten Dr. H. Djoko Munandar, M.Eng atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
Pada tanggal 9 Mei 2010, masyarakat Kota Cilegon kembali menggelar pesta demokrasi untuk memilih secara langsung Walikota dan Wakil Walikota. Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah berjalan dengan aman, lancar dan terkendali. Pada tanggal 20 Juli 2010, pasangan H. Tb. Iman Ariyadi, S.Ag, MM, M.Si dan Drs Edi Ariadi, M.Si dilantik sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cilegon oleh Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
dikutip dari : http://www.cilegon.go.id

Logo Provinsi Banten

Add Comment

PROFIL PROVINSI BANTEN

Logo Provinsi Banten


Kubah Mesjid, melambangkan kultur masyarakat yang agamis.
Bintang bersudut lima, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menara Mesjid Agung Banten, melambangkan semangat tinggi, yang berpedoman pada petunjuk Allah SWT.
Gapura Kaibon, melambangkan Daerah Propinsi Banten sebagai pintu gerbang peradaban dunia, perekonomian dan lalu lintas internasional menuju era globalisasi.
Padi berwarna kuning berjumlah 17 dan kapas berwarna putih berjumlah 8 tangkai, 4 kelopak berwana coklat, 5 kuntum bunga melambangkan Propinsi Banten merupakan daerah agraris, cukup sandang pangan. 17-8-45 menunjukkan Proklamasi Republik Indonesia.
Gunung berwarna hitam, melambangkan kekayaan alam dan menunjukkan dataran rendah serta pegunungan.
Badak bercula satu, melambangkan masyarakat yang pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran dan dilindungi oleh hukum.
Laut berwarna biru, dengan gelombang putih berjumlah 17 melambangkan daerah maritim, kaya dengan potensi lautnya.
Roda gerigi berwarna abu-abu berjumlah 10, menunjukkan orientasi semangat kerja pembangunan dan sektor industri.
Dua garis marka berwarna putih, menunjukkan landasan pacu Bandara Soekarno Hatta.
Lampu bulatan kuning,  melambangkan pemacu semangat mencapai cita-cita.
Pita berwarna kuning, melambangkan ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Banten.
Semboyan “IMAN TAQWA” sebagai landasan pembangunan menuju Banten Mandiri, Maju dan Sejahtera.
Arti warna yang digunakan dalam simbol daerah:
  • Merah: melambangkan keberanian
  • Putih: melambangkan suci, arif dan bijaksana
  • Kuning: melambangkan kemuliaan, lambang kejayaan dan keluhuran
  • Hitam: melambangkan keteguhan, kekuatan dan ketabahan hati
  • Abu-abu: melambangkan ketabahan
  • Biru: melambangkan kejernihan, kedamaian dan ketenangan
  • Hijau: melambangkan kesuburan
  • Coklat: melambangkan kemakmuran
SEJARAH TERBENTUKNYA PROVINSI BANTEN
Provinsi Banten merupakan daerah otonom yang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum menjadi provinsi, Banten bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten. Rapat paripurna DPR RI pada tanggal 4 Oktober 2000 yang mengesahkan RUU Provinsi Banten menjadi Undang-undang ditetapkan sebagai hari jadi terbentuknya Provinsi Banten. pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian Provinsi Banten dan pelantikan penjabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya Gubernur definitif. Adapun periode Gubernur Banten sejak berdirinya sampai sekarang adalah:
  • Hakamudin Djamal sebagai Penjabat Gubernur Pertama (2000-2002)
  • Djoko Munandar-Ratu Atut Chosiyah (2002-2005)
  • Ratu Atut Chosiyah sebagai Plt Gubernur Banten (2005-2007)
  • Ratu Atut Chosiyah-Masduki (2007-2012)
  • Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno (2012-2017)
KEADAAN PENDUDUK
Berdasarkan data sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Provinsi Banten sebanyak 10.632.166 jiwa. Dengan prosentase 67,01% penduduk perkotaan dan 32,99% penduduk pedesaan. Di Provinsi ini, laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,78% /tahun dengan kepadatan 1.100 jiwa /km2.
Provinsi Banten terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota, diantaranya:
  • Kabupaten Serang
  • Kabupaten Tangerang
  • Kabupaten Pandeglang
  • Kabupaten Lebak
  • Kota Serang
  • Kota Cilegon
  • Kota Tangerang
  • Kota Tangerang Selatan
SOSIAL BUDAYA
Mayoritas penduduk Provinsi Banten memiliki semangat religius ke-Islaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai. Potensi dan khas budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri pencak silat, debus, rudad, umbrug, tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung dan lojor. Disamping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain masjid agung Banten lama, makam kermat panjang, dan masih banyak yang lainnya. Kesenian tradisional yang sangat kental diwarnai agama Islam yang perkembangannya hidup bersama agama itu sendiri. Seni-seni dalam katagori ini adalah : ngabedug (seni bedug), seni rampak bedug, seni qasidah, terebang gede, marhaba rakbi, dzikir saman, debus, patingtung, rudat, angklung buhun, dog dog lojor, bendrong lesung, ubrug dan beluk.
Di Provinsi Banten terdapat suku masyarakat baduy. Suku Baduy merupakan suku asli Sunda Banten yang masih terjaga tradisi anti-modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan  Kendeng. Selain kawasan adat masyarakat Baduy, di Provinsi Banten juga terdapat kawasan masyarakat adat Cisungsang. Terletak di kaki Gunung Halimun, desa Cibeber Kabupaten Lebak. Kawasan ini dikelilingi oleh 4 desa adat lainnya, Desa Cicarucub, Bayah, Citorek, dan Cipta Gelar. Kawasan ini dipimpin oleh seorang Kepala Adat, yang penunjukannya melalui proses wangsit dari Karuhun. Saat ini masyarakat adat Cisungsang dipimpin oleh Abah Usep yang merupakan generasi keempat. Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan budaya masyarakatnya yang sangat variatif.
Di Provinsi Banten juga terdapat banyak pesantren salafi dan pesantren modern. hal ini dikarenakan pelestarian masyarakat agamis yang tetap konsisten dan kondusif. Pada bagian lain, ada kawasan industri di Tangerang yang potensial menunjang perekonomian masyarakat Banten. selain masyarakat pribumi, kawasan Tangerang banyak didiami oleh pendatang yang bekerja di kawasan tersebut. Provinsi Banten sangat kaya akan budaya masyarakat namun tetap merawat toleransi dan kerukunan.
dikutip dari http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id

Logo Kabupaten Serang

Add Comment
Logo Serang

Profil Kabupaten Serang

Secara Geografis wilayah Serang terletak pada koordinat 50 50’ - 60 21’ Lintang Selatan dan 1050 0’ - 1060 22’ Bujur Timur. Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari barat ke timur sekitar 90 km, dengan luas wilayah 1.467,35 km2, dan berbatasan langsung dengan wilayah lain yaitu:
  • Sebelah Utara dengan Laut Jawa
  • Sebelah Timur dengan Kabupaten Tangerang
  • Sebelah Barat dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda
  • Sebelah Selatan dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Pembentukan Kota Serang dengan Undang Undang nomor 32 tahun 2007 telah melepas 6 wilayah kecamatan dari wilayah Kabupaten Serang. Secara letak geografis Kota Serang berada di tengah Kabupaten Serang, sehingga pusat pemerintahan Kabupaten secara bertahap akan pindah dari wilayah Kota Serang. Hal ini tentunya memerlukan pengkajian yang sangat mendalam dari segala aspek untuk meminimalisir akibat yang tidak selaras dengan tujuan pemekaran wilayah.
Secara fisik, Kabupaten Serang merupakan daerah yang sangat potensial dan amat diuntungkan. Posisi geografis dalam aksesibilitas keluar wilayah Kabupaten Serang cukup strategis, karena dilalui oleh Jalan Tol Jakarta – Merak yang merupakan akses utama menuju Sumatera melalui Pelabuhan penyeberangan Merak, dan sebagai daerah penyangga (hinterland) Ibukota Negara, mengingat jaraknya jika diukur melalui jalan Tol Jakarta – Merak hanya 70 Km.

Secara administratif, Kabupaten Serang terdiri atas 308 Desa yang berada di 28 Kecamatan sebagai berikut:
  • Anyar
  • Bandung
  • Baros
  • Binuang
  • Bojonegara
  • Carenang
  • Cikande
  • Cikeusal
  • Cinangka
  • Ciomas
  • Ciruas
  • Gunungsari
  • Jawilan
  • Kibin
  • Kragilan
  • Kramatwatu
  • Kopo
  • Mancak
  • Pabuaran
  • Padarincang
  • Pamarayan
  • Petir
  • Pontang
  • Pulo Ampel
  • Tanara
  • Tirtayasa
  • Tunjung Teja
  • Waringin Kurung
Sejarah Kabupaten SerangSejarah Kabupaten Serang tidak dipisahkan dari sejarah Banten pada umumnya, karena Kabupaten Serang merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten yang berdiri pada abad ke-16 dengan pusat pemerintahannya terletak di Serang (sekarang menjadi bagian wilayah Kota Serang).
Sebelum abad ke-16, berita-berita tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah, konon pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda. Menurut salah satu versi sejarah, dahulu ketika tanah Sunda masih dalam kekuasaan Kerajaan Pajajaran (zaman Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi : 1482-1521 M), di Banten sudah terdapat 2 (dua) buah kerajaan, yaitu Kerajaan Banten Girang dan Kerajaan Banten Pasisir. Banten Girang dipimpin oleh Adipati Suranggana, dan Banten Pasisir dipimpin oleh Adipati Surosowan. Keduanya itu konon adalah putra Prabu Siliwangi buah perkawinannya dengan Dewi Mayang Sunda.
Adipati Surosowan mempunyai seorang puteri bernama Kawung Anten yang kemudian diperistri oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari Cirebon. Dari pasangan ini terlahir seorang anak laki-laki bernama Sabakingking.
Sebagai putra Sunan Gunung Jati, Sabakingking mewarisi kepandaian ilmu agama Islam dan ahli dalam memerintah sebuah kerajaan. Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingking mendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama. Atas prakarsa SyarifHidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pasisir. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang meng- Islam-kan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.
Pada masa Sultan Hasanuddin telah dibangun sebuah keraton sebagai istana kesultanan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus merupakan pusat kota yaitu Keraton Surosowan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1552-1570, dan konon dikemudian hari melibatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel (1680–1681), yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar. Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing- masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Ada pula pancuran untuk pemandian yang biasa disebut “pancuran mas”.
Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter serta kedalaman kolam 4,5 meter. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan.
Strategi Sultan Hasanuddin (dan sultan Banten lainnya di kemudian hari) dalam mengembangkan ajaran Islam adalah dengan cara-cara yang sesuai dengan adat budaya masyarakat Banten pada masa itu, yaitu adu kekuatan dan penampilan ketangkasan yang dikemas dalam wujud permainan debus. Dengan demikian sedikit demi sedikit masyarakat Banten menyadari dan tertarik untuk mengikuti syariat Islam.
Setelah Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570, tampuk pemerintahan diteruskan oleh puteranya yaitu Maulana Yusuf sebagai Sultan Banten yang kedua (1570-1580), dan selanjutnya digantikan oleh Raja/Sultan ketiga, keempat, dan seterusnya sampai yang terakhir Sultan ke-21 yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang memerintah pada tahun 1809-1816.

Pada zaman kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting terutama pada akhir abad ke-16 (Juni 1596) di mana orang- orang Belanda dating untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten di bawah pimpinan Cornellis de Houtman dengan maksud untuk berdagang. Namun sikap yang kasar dari bangsa Belanda tidak menarik simpati pemerintah dan rakyat Banten sehingga sering terjadi perselisihan di antara orang-orang Banten dengan orang-orang Belanda. Sultan Banten yang bertahta pada saat itu adalah Sultan ke-4 yaitu Abdul Mufakir Muhammad Abdulkodir yang ketika itu masih bayi, sedangkan yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jaya Nagara yang wafat tahun 1602 dan kemudian diganti oleh saudaranya, Yudha Nagara.
Pada tahun 1606, Abdul Mufakir diberangkatkan ke Mekkah, Parsi, Mesir dan Istambul dan kembali ke Banten tahun 1607. Sementara Abdul Mufakir dianggap belum cukup dewasa untuk memerintah, maka pada tahun 1608 Kesultanan mengangkat seorang mangkubumi untuk memerintah Banten yaitu Pangeran Arya Ramananggala (1608-1624). Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari tahun 1624-1643 dengan Ramananggala sebagai patih dan penasehat utamanya.
Sultan Abdul Mufakir Abdulkodir mempunyai putera yang bernama Abdul Ma’ali Ahmad Rahmatullah yang menjadi Sultan Banten ke-5 memerintah pada tahun 1643-1651. Sultan Banten ke-5 mempunyai putera yang di kemudian hari menjadi Sultan Banten ke-6 yaitu Abdul Fatah yang dikenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa. Dan memegang kekuasaan dari tahun 1651-1680. Pada zaman pemerintahannya, bidang politik, perekonomian, perdagangan, pelayaran, kebudayaan dan keagamaan berkembang pesat. Untuk memajukan pertanian rakyat Banten, pembangunan yang paling terkenal pada masa Sultan Ageng Tirtayasa adalah pembangunan irigasi. Demikian juga kegigihannya menentang penjajahan Belanda.

Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sering terjadi perlawanan atau peperangan dengan kompeni Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Batavia. Dengan cara politik adu domba dengan puteranya yaitu Sultan Haji Abdul Kohar yang memihak kepada Belanda, akhirnya dengan memperalat puteranya itu, kompeni Belanda dapat melumpuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sepeninggalnya Sultan Ageng Tirtayasa yang wafat pada tahun 1692 di tahanan kompeni Belanda di Batavia, kebesaran Banten mulai redup dan berakhirlah masa keemasannya karena sultan-sultan Banten selanjutnya sudah semakin dipengaruhi oleh kompeni Belanda sehingga kedudukan pemerintahan Kesultanan Banten semakin goyah dan lemah. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ishak Zainul Muttaqien (1805-1808) dan Sultan Muhammad Aliyuddin II (1808- 1810) terjadi pengorbanan jiwa dan kerja paksa rakyat Banten oleh Gubernur Jenderal Daendels saat mendirikan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon. Dan kemudian ketika Belanda bermaksud memperlancar mobilisasi persenjataan serta rempah-rempah telah dibangun jalan dari Anyer sampai Panarukan Banyuwangi yang pada saat itu dapat menyingkat perjalanan 40 hari menjadi 6 hari. Pembangunan jalan sepanjang 1000 KM ini telah mengorbankan dan menindas habis- habisan rakyat Banten sebagai tenaga kerja paksa.
Tahun 1816 kompeni Belanda di bawah pimpinan Gubernur van der Capellen datang ke Banten dan mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin. Selanjutnya, Belanda membagi wilayah Banten menjadi tiga bagian (Kabupaten) yaitu Banten Lor (Serang), Banten Kidul (Lebak) dan Banten Kulon (Caringin) dengan kepala negerinya disebut regent (bupati). Sebagai regent pertama untuk Serang diangkat putera kesultanan yaitu Pangeran Arya Adisantika (1816- 1827) dengan pusat pemerintahan bertempat di Keraton Kaibon, Kasemen. Sedangkan untuk Lebak diangkat sebagai regent Pangeran Jamil Senjaya (1816-1830). Dan untuk Caringin diangkat regent Mandura Raja Jayanegara (1827-1840).
Pusat pemerintahan Serang di Keraton Kaibon mengalami beberapa kali penghancuran akibat peperangan. Penghancuran keraton oleh kompeni Belanda juga dilakukan terhadap pusat pemerintahan Keraton Surosowan dan proses penghancuran berlangsung sampai dengan tahun 1832. Sisa reruntuhan keraton yang masih bisa dipakai, konon kemudian dibawa ke Serang untuk membangun gedung-gedung Belanda dan diantaranya yang kini menjadi Pendopo Gubernur Banten dan Pendopo Kabupaten Serang.
Tanggal 3 Maret 1942 tentara Jepang masuk ke daerah Serang melalui Pulau Tarahan di pantai Bojonegara. Jepang mengambil alih keresidenan yang waktu itu dikuasai oleh Belanda, sedangkan bupatinya tetap orang pribumi dijabat oleh RAA Djajadiningrat. Kekuasaan Jepang berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun.
;Pada tahun 1945 setelah Jepang menyerah kepada sekutu, di Serang terjadi perebutan senjata antara Kempetai (Jepang) dengan rakyat dan orang Indonesia yang menjadi tentara Jepang. Tentara Jepang kemudian berhasil diusir meninggalkan Serang. Sementara di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan, kekuasaan keresidenan beralih dari tangan Jepang kepada Republik Indonesia, dan sebagai residen pada waktu itu adalah Tb. Ahmad Chotib dan Bupati Serang adalah K.H. Syam’un. Selanjutnya untuk jabatan camat banyak diangkat dari kalangan ulama.
Pada tahun 1946/1947 terjadi Agresi Belanda I. Banten/Serang menjadi daerah blokade masuknya serbuan Belanda, dan sempat terjadi putus hubungan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Pada saat itu daerah Banten atas izin dari pemerintah pusat mencetak uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah Banten (ORIDAB).
Pada tanggal 19 Desember 1948, terjadi Agresi Belanda II tentara Belanda berhasil masuk ke daerah Banten/Serang selama satu tahun, dan setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Belanda kembali meninggalkan Banten/Serang. Selanjutnya Serang menjadi salah satu daerah otonom Tingkat II di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Sejak tahun 1945 hingga sekarang, di Serang tidak pernah terjadi peristiwa-peristiwa makar dan tidak pernah terpengaruh oleh gerakan ekstrim kiri (PKI) maupun ekstrim kanan (DI/TII).
Berdasarkan sejarah tersebut, pemerintahan di Serang telah mengalami empat kali peralihan kekuasaan yaitu:
  1. Pemerintahan kesultanan Banten selama 290 tahun (1526-1816)
  2. Pemerintahan Hindia Belanda selama 126 tahun (1816-1942)
  3. Pemerintahan Jepang selama 3,5 tahun (1942-1945)
  4. Pemerintahan Republik Indonesia sejak tahun 1945
Pengangkatan Maulana Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M, oleh Pemerintah Kabupaten Serang diresmikan sebagai Hari Jadi Kabupaten Serang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 1985 yang ditetapkan pada tanggal 6 Agustus 1985 dan diundangkan dalam lembaran daerah sejak tangal 20 Agustus 1985.
dikutip dari :http://www.serangkab.go.id

Logo Kabupaten Tangerang

Add Comment
Logo Kabupaten Tangerang, Lambang Kabupaten Tangerang, Logo  cdr Kabupaten Tangerang, logo vector Kabupaten Tangerang, arti lambang Kabupaten Tangerang, gambar Kabupaten Tangerang, download logo Kabupaten Tangerang, gambar Logo Kabupaten Tangerang, vektor logo Kabupaten Tangerang gratis

Logo Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Ibukotanya adalah Tigaraksa. Kabupaten ini terletak tepat di sebelah barat Jakarta; berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Provinsi DKI Jakarta di timur, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak di selatan, serta Kabupaten Serang di barat.
Sebagian besar wilayah Tangerang merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane, sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa.

Tangerang merupakan wilayah perkembangan Jakarta. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 2 wilayah pertumbuhan, yakni:

    Pusat Pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa, berada di bagian barat, difokuskan sebagai daerah sentra industri, permukiman, dan pusat pemerintahan.
    Pusat Pertumbuhan Teluk Naga, berada di wilayah pesisir, mengedepankan industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan, dan pelabuhan.

Sebagian penduduk Kabupaten Tangerang bekerja di Jakarta. Beberapa perumahan memiliki fasilitas yang lengkap, sehingga menjadi kota mandiri.
Pembagian administratif

Kabupaten Tangerang terdiri atas 29 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 251 desa dan 28 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Tigaraksa.
Pemekaran Daerah
Tangerang Barat

Terdiri dari 9 Kecamatan, Balaraja, Sukamulya, Cisoka, Solear, Jayanti, Kronjo, Mekarbaru, Kresek, Gunung Kaler.Usulan PEmekaran Wilayah sudah diajukan oleh masyarakat ke Bupati Induk Tangerang pada tahun 2006 melalui sebuah Bakor Pokja Pemekaran Tangbar yang berisi persetujuan dari BPD dan Forum KElurahan 9 Kecamatan, serta dukungan dari berbagai ormas, LSM, Parpol, Anggota DPRD, TOkoh Masyarakat, Tokoh PEmuda, Tokoh UIlama, Pengusaha dan Berbagai Aktivis. Pada perkembangannya, perjuangan Bakor diteruskan melalui Lembaga Tim PErcepatan PEmekaran Daerah Tangerang Barat Pada Tahun 2010,Hingga Akhirnya Bupati Menganggarkan Dana APBD untuk Kajian Kelayakan Pemekaran Tangbar.
Tangerang Tengah
Kab Tangerang Utara
Baru wacana dari dinas daerah kab tangerang,dikarenakan keadaan luas wilayah. Dari pihak tingkat bawah dari Kecamatan Kelurahanse tangerang bagian utara. adapun yang ingin memekarkan meliputi Kec Pasar Kamis,Paku haji, Sepatan, Mauk,Rajeg,Jati Uwung No Kecamatan Keterangan 1. Tigaraksa 2. Cisoka 3. Solear Pemekaran dari kec. Cisoka 4. Jambe 5. Cikupa 6. Panongan 7. Curug 8. Kelapa Dua Pemekaran dari kec. Curug 9. Legok 10. Pagedangan 11. Cisauk 12. Pasar Kemis 13. Sindang Jaya Pemekaran dari kec. Pasar Kemis 14. Rajeg 15. Mekarbaru Pemekaran dari kec. Kronjo 16. Balaraja 17. Sukamulya Pemekaran dari kec. Balaraja 18. Jayanti 19. Kresek 20. Gunungkaler Pemekaran dari kec. Kresek 21. Kronjo 22. Mauk 23. Kemiri 24. Sukadiri 25. Sepatan 26. Sepatan Timur Pemekaran dari kec. Sepatan 27. Pakuhaji 28. Teluknaga 29. Kosambi.
dikutip dari Wikipedia



Logo Kota Tangerang Selatan

Add Comment
Logo Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Kota ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa.

Pembentukan wilayah ini sebagai kota otonom berawal dari keinginan warga di kawasan Tangerang Selatan untuk menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga banyak fasilitas terabaikan.

Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu.

Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang yang dipimpin oleh Ketua DPRD, Endang Sujana, menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan secara aklamasi.

Komisi I DPRD Provinsi Banten membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang mulai 23 Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007.

Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri.