Logo Kota Banda Aceh

LOGO KOTA BANDA ACEH
 Visi dan Misi
Tujuan Visi
  1. Membangun hubungan dan keikutsertaan masyarakat yang kuat untuk menumbuh kembangkan kebanggaan dan kepribadian sebagai warga Kota Banda Aceh yang Islami;
  2. Mengembangkan nilai-nilai kebesaran dan potensi daerah Kota Banda Aceh, sebagai  Ibukota Provinsi, Pusat Pe rdagangan, Pendidikan dan Budaya;
  3. Mengembangkan kerjasama dengan masyarakat untuk memelihara dan menata sumber daya alam dan lingkun gan untuk dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang;
  4. Meningkatkan derajat kesehatan, kesejahteraan dan keamanan serta tumbuhnya peluang ekonomi sebagai wujud dari kebesaran Kota Banda Aceh yang islami;
  5. Membangun Pemerintahan yang efisien, akuntabel, transparan, partisipatif dan mampu melayani masyarakat secara optimal melalui pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik.

PENJELASAN MISI
  1. Melakukan berbagai upaya positif konstruktif dalam rangka memastikan terlaksananya syari’at Islam secara kaffah di Kota Banda Aceh;
  2. Merevitalisasi Kota Banda Aceh menjadi pusat pariwisata yang mampu membangkitkan dan mendorong tumbuh dan berkembangnya aktifitas dan kegiatan masyarakat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan;
  3. Meningkatkan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan;
  4. Menumbuh-kembangkan ekonomi kerakyatan bagi masyarakat miskin perkotaan, terutama bagi kaum perempuan dan masyarakat marjinal;
  5. Menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan daerah melalui kebijakan yang mendorong terciptanya peluang investasi berskala lokal, nasional dan internasional;
  6. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur, transportasi dan pemukiman rakyat, baik di perkotaan maupun di pinggiran kota;
  7. Membangun dan memperbaiki kredibilitas, kapasitas manajemen dan kinerja aparatur pemerintahan daerah.
Penjelasan Grand Strategy (Strategi dan Arah Kebijakan Daerah)
  • Mewujudkan Kepemerintahan yang Amanah 
  1. Seluruh masyarakat memiliki kepastian hukum dalam melaksanakan aktivitasnya secara syariat Islam, aman, rukun, tertib dan damai;
  2. Penyandang masalah kesejahteraan sosial mendapat pembinaan pemerintah;
  3. Pemerintah memilki  Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan basis data yang akurat dan terkini;
  4. Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan dan pelayanan publik pada semua tingkatan pemerintahan dilaksanakan secara terpadu, dengan tertib administrasi yang transparan, akuntabel dan cepat;
  5. Seluruh aparatur memiliki kompetensi dan pola pengembangan karir yang jelas sesuai dengan bidangnya dan
  6. perempuan dan anak-anak mendapatkan perlindungan hukum serta kesempatan yang sama dalam melaksanakan aktifitasnya.
  • Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
  1. Kota Banda Aceh memiliki SDM yang religius dan professional untuk mengelola pariwisata;
  2. Seluruh sarana pendidikan dan kesehatan memenuhi standar mutu dan mudah dijangkau/menjangkau masyarakat di wilayahnya sesuai SPM (Standar Pelayanan Minimal);
  3. Seluruh anak usia sekolah menyelesaikan pendidikan minimal SLTA/sederajat dengan lulusan yang menguasai ICT, Bahasa Inggris, bahasa asing lainnya, IMTAQ dan IPTEK serta berwawasan wirausaha;
  4. Seluruh gampong/kelurahan menjadi Desa Siaga dan Gampong Madani;
  5. Setiap KLB dan narkoba mendapatkan penanggulangan secara cepat dan efektif;
  6. Seluruh keluarga sadar gizi dan ikut Keluarga Berencana (KB).
  • Melibatkan Peran Serta Aktif Masyarakat dalam Pembangunan
  1. Seluruh, ulama, cendekiawan, tokoh masyarakat dan tokoh adat berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang ramah wisata dan lingkungan;
  2. Setiap kecamatan memiliki kelompok sadar  wisata, seni budaya unggulan dan kreasi inovatif dalam menunjang wisata Islami.
  • Membangun Infrastruktur Perkotaan yang Mendukung Pariwisata
  1. Seluruh pembangunan dilaksanakan berdasarkan RTRW yang berbasis wisata bernuansa Islami;
  2. Kawasan pantai dan krueng Aceh menjadi kawasan ‘Waterfront City dengan sarana wisata, transportasi air dan olah raga air;
  3. Seluruh lokasi objek wisata, sentra produksi dan kawasan komersial dan pemukiman memiliki sarana ibadah, informasi, air bersih, drainase, sanitasi, ruang terbuka hijau, fasilitas umum dan transportasi yang ramah lingkungan, lancar, aman, dan nyaman;
  4. Kota Banda Aceh bebas dari sampah dan seluruh sampah diolah menjadi produk benilai tambah;
  5. Kota Banda Aceh memiliki sistem mitigasi bencana yang efektif.
  • Menumbuh-kembangkan Ekonomi Rakyat
  1. Seluruh potensi sosial budaya, wisata, peninggalan sejarah dan tsunami dikelola dan dipromosikan secara profesional serta dijadikan referensi untuk kreasi inovatif tanpa menghilangkan ciri-ciri keacehan;
  2. Setiap Kecamatan memiliki komoditas unggulan dan sentra pelatihan produksinya serta pendampingan kewirausahaan dan lembaga keuangan mikro yang mampu menjamin pembiayaan komoditas unggulannya;
  3. Setiap komoditas unggulan menerapkan standar mutu, design dan kemasan yang kompetitif serta pasar yang pasti di manca negara;
  4. Setiap Kecamatan memiliki pasar yang mampu menjamin pemasaran produk unggulan wilayahnya serta ketersediaan sembako (bahan pokok) dan input produksi dengan harga terjangkau;
  5. Setiap Gampong/Kelurahan memiliki kelompok usaha yang produktif dalam memajukan potensi Gampong/Kelurahan;
  6. Seluruh pengelolaan SDA dilaksanakan dengan sistem yang menjamin keberlanjutan dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar dan
  7. Seluruh potensi investasi dan informasi pasar dapat di akses secara online dan terintegrasi antar SKPD.
Kota Banda Aceh adalah salah satu kota sekaligus ibu kota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Sejarah

Banda Aceh atau Banda Aceh Darussalam telah dikenal sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam sejak tahun 1205 dan merupakan salah satu kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Kota ini didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan 601H (22 April 1205) oleh Sultan Alaidin Johansyah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri[3]. Berdasarkan hal tersebut maka diaturlah Peraturan Daerah Aceh Nomor 5 Tahun 1988 yang menetapkan tanggal 22 April 1205 sebagai tanggal berdirinya kota tersebut.

Banda Aceh Darussalam pernah menderita kehancuran pada waktu pecah "Perang Saudara" antara Sultan yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.[rujukan?]

Selain itu dalam beberapa catatan sejarah, diketahu bahwa Laksamana dari kerajaan Cina, Cheng Ho pernah singgah di Banda Aceh dalam ekspedisi pertamanya antara tahun 1405 - 1407 setelah singgah terlebih dahulu di Palembang. Pada saat itu kerajaan Aceh dikenal dengan kerajaan Samudera Pasai. Pada saat itu Cheng Ho memberikan lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh,[rujukan?] yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.

Pada saat terjadi perang melawan ancaman kolonialisme, Banda Aceh menjadi pusat perlawanan Sultan dan rakyat Aceh selama 70 tahun sebagai jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837. Setelah rakyat Aceh kalah dalam peperangan ini maka diatas puing kota ini pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Kutaraja yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Van Swieten di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874.

Pergantian nama ini banyak terjadi pertentangan di kalangan para tentara Kolonial Belanda yang pernah bertugas dan mereka beranggapan bahwa Van Swieten hanya mencari muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para pejuang Aceh dan mereka meragukannya.

Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43

Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan hasil SPAN2005 (Population Census in Aceh and Nias, 2005) jumlah penduduk Kota Banda Aceh pasca tsunami adalah sebesar 177.881 jiwa.
Previous
Next Post »
0 Komentar