Logo Baru Kabupaten Indragiri Hilir

Kabupaten Indragiri Hilir adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia. 
Untuk melihat latar belakang sejarah berdirinya Kabupaten Indragiri Hilir sebagai salah satu daerah otonom dapat ditinjau dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.

Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia

Kerajaan Keritang

Kerajaan ini didirikan sekitar awal abad ke-6 yang berlokasi di wilayah Kecamatan Keritang sekarang. Seni budayanya banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, sebagaimana terlihat pada arsitektur bangunan istana yang terkenal dengan sebutan Puri Tujuh (Pintu Tujuh) atau Kedaton Gunung Tujuh. Peninggalan kerajaan ini yang masih dapat dilihat hanya berupa puing-puing.

Kerajaan Kemuning

Kerajaan Kemuning didirikan oleh Raja Singapura ke-V, Raja Sampu atau Raja Iskandarsyah Zulkarnain atau Prameswara. Tahun 1231 diangkat seorang raja muda yang bergelar Datuk Setiadiraja. Letak kerajaan ini diperkirakan berada di Desa Kemuning Tua dan Desa Kemuning Muda. Bukti peninggalan kerajaan berupa selembar besluit dengan cap stempel kerajaan, bendera dan pedang kerajaan.

Kerajaan Batin Enam Suku

Pada tahun 1260, di daerah Indragiri Hilir bagian utara, yaitu di daerah Gaung Anak Serka, Batang Tuaka, Mandah dan Guntung dikuasai oleh raja-raja kecil bekas penguasa kerajaan Bintan, yang karena perpecahan sebagian menyebar ke daerah tersebut. Di antaranya terdapat Enam Batin (Kepala Suku) yang terkenal dengan sebutan Batin Nan Enam Suku, yakni:
  1. Suku Raja Asal di daerah Gaung.
  2. Suku Raja Rubiah di daerah Gaung.
  3. Suku Nek Gewang di daerah Anak Serka.
  4. Suku Raja Mafait di daerah Guntung.
  5. Suku Datuk Kelambai di daerah Mandah.
  6. Suku Datuk Miskin di daerah Batang Tuaka.

Kerajaan Indragiri

Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Demikian pula dengan penggantinya Raja Narasinga I dan Raja Merlang II, tetap berkedudukan di Malaka, sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. pada tahun 1473, sewaktu Raja Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam (Sultan Indragiri IV), beliau menetap di ibu kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.
Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas Japura.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang - orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1863.

Masa penjajahan Belanda

Pejabat kolonial dan keluarganya di Indragiri Hilir
Dengan adanya tractaat Van Vrindchaap (perjanjian perdamaian dan persahabatan) tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran, yaitu:
  1. Amir Tembilahan di Tembilahan.
  2. Amir Batang Tuaka di Sungai Luar.
  3. Amir Tempuling di Sungai Salak.
  4. Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah.
  5. Amir Enok di Enok.
  6. Amir Reteh di Kotabaru.
Controlleur memegang wewenang semua jawatan, bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942.
Artikel dikutip dari Wikipedia
Previous
Next Post »
0 Komentar