Request by Prasetya Edi Angkasa
Sekolah Para Dasar yang merupakan pendidikan terjun tertua di Indonesia,
sudah banyak sekali melahirkan penerjun profesional baik dari kalangan
TNI, Pramuka maupun masyarakat umum. Banyak perwira tinggi dari TNI-AD,
TNI-AL, TNI-AU dan Polri merupakan lulusan dari pendidikan Para Dasar di
Lanud Sulaiman. Termasuk diantaranya Jenderal Besar TNI Purn. Soeharto
(mantan Presiden RI), Jenderal TNI Purn. M. Yusuf (mantan
Menhankam/Pangab), Jenderal TNI Purn. L Benny Moerdani (mantan
Menhankam/Pangab), Jenderal Pol Purn. Anton Sudjarwo (mantan Kapolri)
dan masih banyak lainnya.
Sekolah Para Dasar pada dasarnya mendidik orang menjadi penerjun statik terutama untuk kepentingan militer. Namun tidak sedikit jumlahnya penerjun-penerjun bebas nasional yang pada awalnya lulusan Sekolah Para Dasar di Lanud Sulaiman yang kemudian beralih ke terjun bebas atau terjun olahraga.
Sekolah Para Dasar sejak berdiri tahun 1946-2003, yang kini berusia 57 tahun sudah meluluskan 145 angkatan yang telah dididik dan dilantik lebih dari 20.453 orang, yang terdiri dari prajurit TNI, Instansi pemerintah antara lain Direktorat Imigrasi dan Bea Cukai, mahasiswa, pramuka, dan masyarakat umum baik secara organik maupun perorangan serta berhak mengenakan “Wing Para Dasar”.
Penerjunan Pertama
Penerjunan pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang putra Indonesia baik penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung pada tanggal 12 Februari 1946 menggunakan tiga buah pesawat Churen. Penerbang Adisutjipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo menerjunkan Pungut. Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Suryadarma dan Panglima Besar Letnan Jenderal Sudirman serta petinggi APRI lainnya. Penerjunan yang dilaksanakan pada ketinggian 700 meter, sebagai pengawas kesehatannya adalah Dr. Esnawan. Selanjutnya penerjunan kedua di Pangkalan Maguwo dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo.
Sukses merintis penerjunan pertama di Maguwo tanggal 12 Februari 1946, maka penerjunan kedua, tahun 1947 mulai diadakan latihan secara terencana dan terarah dibawah pimpinan Madjasir, dan Sukotjo yang pernah mendapat pengalaman terjun di Australia. Setelah terbentuknya Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI-AU) tanggal 9 April 1946, 4 orang pemuda Indonesia yang berada di Australia yang semua penerjun payung, kembali ke Tanah Air bergabung dalam TRI-AU. Ke empat orang tersebut adalah Soedjono, Soekotjo, Sangkala dan Madjasir.
Setelah tiga kali diadakan ekspedisi melalui laut untuk membuka mata rakyat di Kalimantan Indonesia merdeka, yang dilakukan pelopor tigabelas di bawah pimpinan H. Akhmad Dahlan yang berasal dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia atau BPRI di bawah pimpinan Bung Tomo, dan ternyata gagal. Oleh karena itu timbul gagasan untuk mencapai pulau Kalimantan dengan lintas udara (terjun payung). Untuk itu diadakan latihan bagi 12 pemuda yang berasal dari Kalimantan dan dua orang pemuda dari Pulau Jawa (petugas dari bagian perhubungan radio) bernama Suyoto dan Hary Hadisumantri.
Kemudian pada tahun 1946 dibuka dengan resmi Sekolah Para Dasar di pangkalan Udara Maguwo. Pada tahun 1947 latihan-latihan Terjun Payung di Pangkalan Udara Maguwo diteruskan atau ditangani Matjasir dan Sangkala yang melatih Pasukan MN 001 pimpinan Tjilik Riwut yang dipersiapkan untuk diterjunkan di Palangkaraya Kalimantan Tengah walaupun Tjilik Riwut bukan penerjun, melainkan penunjuk jalan.
Sedangkan tanggal 24 Maret 1947 dilaksanakan penerjunan oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo dalam rangka peresmian Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi. Di pangkalan inilah diadakan latihan terjun payung yang dipimpin Opsir Udara I Soedjono dan dibantu beberapa pelatih antara lain Opsir Muda Udara I Soekotjo, Domey Agan, dan Sersan Mispar sebagai pelatih cara melipat payung.
Tanggal 17 Oktober 1947, dini hari, di Pangkalan Udara Maguwo, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Suryadarma beserta petinggi APRI lainnya melepas keberangkatan 13 pemuda yang telah menyelesaikan latihan para dengan sebuah pesawat Dakota C-47, melaksanakan operasi penerjunan pasukan payung di Kalimantan. Dari ketiga belas orang tersebut, seorang tidak jadi terjun karena takut, 3 orang gugur, yaitu : 1. Hari Sumantri; 2. Kosasih; 3. Iskandar, seorang berkhianat dan 9 orang lainnya menderita dan akhirnya ditangkap oleh pasukan militer Belanda. Mereka yang ditangkap kemudian dipenjara di Kalimantan, Jakarta dan Pulau Nusakambangan. Pada tanggal 2 Desember 1949 mere
Sekolah Para Dasar pada dasarnya mendidik orang menjadi penerjun statik terutama untuk kepentingan militer. Namun tidak sedikit jumlahnya penerjun-penerjun bebas nasional yang pada awalnya lulusan Sekolah Para Dasar di Lanud Sulaiman yang kemudian beralih ke terjun bebas atau terjun olahraga.
Sekolah Para Dasar sejak berdiri tahun 1946-2003, yang kini berusia 57 tahun sudah meluluskan 145 angkatan yang telah dididik dan dilantik lebih dari 20.453 orang, yang terdiri dari prajurit TNI, Instansi pemerintah antara lain Direktorat Imigrasi dan Bea Cukai, mahasiswa, pramuka, dan masyarakat umum baik secara organik maupun perorangan serta berhak mengenakan “Wing Para Dasar”.
Penerjunan Pertama
Penerjunan pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang putra Indonesia baik penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung pada tanggal 12 Februari 1946 menggunakan tiga buah pesawat Churen. Penerbang Adisutjipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo menerjunkan Pungut. Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Suryadarma dan Panglima Besar Letnan Jenderal Sudirman serta petinggi APRI lainnya. Penerjunan yang dilaksanakan pada ketinggian 700 meter, sebagai pengawas kesehatannya adalah Dr. Esnawan. Selanjutnya penerjunan kedua di Pangkalan Maguwo dilakukan oleh Soedjono dan Soekotjo.
Sukses merintis penerjunan pertama di Maguwo tanggal 12 Februari 1946, maka penerjunan kedua, tahun 1947 mulai diadakan latihan secara terencana dan terarah dibawah pimpinan Madjasir, dan Sukotjo yang pernah mendapat pengalaman terjun di Australia. Setelah terbentuknya Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI-AU) tanggal 9 April 1946, 4 orang pemuda Indonesia yang berada di Australia yang semua penerjun payung, kembali ke Tanah Air bergabung dalam TRI-AU. Ke empat orang tersebut adalah Soedjono, Soekotjo, Sangkala dan Madjasir.
Setelah tiga kali diadakan ekspedisi melalui laut untuk membuka mata rakyat di Kalimantan Indonesia merdeka, yang dilakukan pelopor tigabelas di bawah pimpinan H. Akhmad Dahlan yang berasal dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia atau BPRI di bawah pimpinan Bung Tomo, dan ternyata gagal. Oleh karena itu timbul gagasan untuk mencapai pulau Kalimantan dengan lintas udara (terjun payung). Untuk itu diadakan latihan bagi 12 pemuda yang berasal dari Kalimantan dan dua orang pemuda dari Pulau Jawa (petugas dari bagian perhubungan radio) bernama Suyoto dan Hary Hadisumantri.
Kemudian pada tahun 1946 dibuka dengan resmi Sekolah Para Dasar di pangkalan Udara Maguwo. Pada tahun 1947 latihan-latihan Terjun Payung di Pangkalan Udara Maguwo diteruskan atau ditangani Matjasir dan Sangkala yang melatih Pasukan MN 001 pimpinan Tjilik Riwut yang dipersiapkan untuk diterjunkan di Palangkaraya Kalimantan Tengah walaupun Tjilik Riwut bukan penerjun, melainkan penunjuk jalan.
Sedangkan tanggal 24 Maret 1947 dilaksanakan penerjunan oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo dalam rangka peresmian Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi. Di pangkalan inilah diadakan latihan terjun payung yang dipimpin Opsir Udara I Soedjono dan dibantu beberapa pelatih antara lain Opsir Muda Udara I Soekotjo, Domey Agan, dan Sersan Mispar sebagai pelatih cara melipat payung.
Tanggal 17 Oktober 1947, dini hari, di Pangkalan Udara Maguwo, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Suryadarma beserta petinggi APRI lainnya melepas keberangkatan 13 pemuda yang telah menyelesaikan latihan para dengan sebuah pesawat Dakota C-47, melaksanakan operasi penerjunan pasukan payung di Kalimantan. Dari ketiga belas orang tersebut, seorang tidak jadi terjun karena takut, 3 orang gugur, yaitu : 1. Hari Sumantri; 2. Kosasih; 3. Iskandar, seorang berkhianat dan 9 orang lainnya menderita dan akhirnya ditangkap oleh pasukan militer Belanda. Mereka yang ditangkap kemudian dipenjara di Kalimantan, Jakarta dan Pulau Nusakambangan. Pada tanggal 2 Desember 1949 mere
Sumber Artikel : http://tni-au.mil.id/kotama/skadron-pendidikan-margahayu-halaman-4
0 Komentar