Logo Univesitas Andalas (Unand) |
Universitas Andalas, biasa disingkat dengan Unand adalah salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Universitas ini merupakan universitas tertua di Indonesia di luar Jawa yang didirikan pada tanggal 23 Desember 1955 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Universitas Andalas terdiri dari dua belas fakultas, dengan sebagian besar terletak di Limau Manis, sekitar 12 km dari pusat Kota Padang. Rektor Universitas Andalas sejak tahun 2011 adalah Dr. Werry Darta Taifur. Majalah Tempo pada tahun 2009 menempatkan Unand di posisi ke-14 atau posisi pertama di luar Pulau Jawa dalam analisisnya terhadap kapasitas alumninya yang diserap oleh dunia usaha.[2] Webometrics juga menobatkan Unand sebagai 100 perguruan tinggi terbaik di ASEAN (peringkat 26) atau peringkat 8 di Indonesia (terbaik di luar Pulau Jawa) pada bulan Januari 2011.
Sejarah
Keinginan masyarakat Sumatera Barat untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi sudah ada sejak memasuki abad ke-20. Hal itu dapat dipahami karena pada masa itu sudah muncul golongan intelektual dan cendekiawan yang peduli dengan pendidikan anak bangsa. Namun, Pemerintah Kolonial Belanda tidak memberi kesempatan sedikit pun untuk mewujudkannya. Gagasan itu kembali mengemuka seiring diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Keinginan untuk mendirikan suatu jenjang pendidikan tinggi di Sumatera Barat baru dapat diwujudkan pada tahun 1948 dengan mendirikan enam akademi, yaitu: Akademi Pamong Praja, Akademi Pendidikan Jasmani, Akademi Kadet, Akte A Bahasa Inggris, dan Sekolah Inspektur Polisi. Keenam akademi tersebut berada di Bukittinggi. Selanjutnya, keberhasilan pendirian akademi ini mendorong sebuah yayasan pendidikan bernama Yayasan Sriwijaya untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Hukum Pancasila (BPTHP) di Padang pada tanggal 17 Agustus 1951. Mengikuti langkah Yayasan Sriwijaya tersebut, kemudian pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar pada tanggal 23 Oktober 1954, Perguruan Tinggi Negeri Pertanian di Payakumbuh pada tanggal 30 November 1954, dan Fakultas Kedokteran serta Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) di Bukittinggi pada tanggal 7 September 1955. Keempat fakultas tersebut diresmikan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Seiring dengan itu, Yayasan Sriwijaya pun menyerahkan BPTHP kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Tengah. Dan, sejak itu BPTHP berganti nama menjadi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.
Kelima fakultas itu menjadi cikal bakal dalam mendirikan Universitas Andalas. Oleh karena merupakan universitas pertama yang didirikan di Pulau Sumatera, maka Bung Hatta mengusulkan nama Universitas Andalas, dengan merujuk kepada nama Pulau Sumatera yang juga dikenal dengan Pulau Andalas. Pada tanggal 13 September 1956, Wakil Presiden Mohammad Hatta meresmikan pembukaan Universitas Andalas di Bukittinggi. Selanjutnya, pada tahun 1958, untuk pertama kalinya Universitas Andalas mulai memetik hasil dengan lulusnya Mr. Rudito Rachmad sebagai Sarjana Hukum pertama. Satu tahun berikutnya, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat mewisuda pula empat mahasiswanya, yaitu Mr. Herman Sihombing, Mr. Zawier Zienser, Mr. Eddy Ang Ze Siang, dan Mr. Djalaluddin Ilyas.
Universitas Andalas terdiri dari dua belas fakultas, dengan sebagian besar terletak di Limau Manis, sekitar 12 km dari pusat Kota Padang. Rektor Universitas Andalas sejak tahun 2011 adalah Dr. Werry Darta Taifur. Majalah Tempo pada tahun 2009 menempatkan Unand di posisi ke-14 atau posisi pertama di luar Pulau Jawa dalam analisisnya terhadap kapasitas alumninya yang diserap oleh dunia usaha.[2] Webometrics juga menobatkan Unand sebagai 100 perguruan tinggi terbaik di ASEAN (peringkat 26) atau peringkat 8 di Indonesia (terbaik di luar Pulau Jawa) pada bulan Januari 2011.
Sejarah
Keinginan masyarakat Sumatera Barat untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi sudah ada sejak memasuki abad ke-20. Hal itu dapat dipahami karena pada masa itu sudah muncul golongan intelektual dan cendekiawan yang peduli dengan pendidikan anak bangsa. Namun, Pemerintah Kolonial Belanda tidak memberi kesempatan sedikit pun untuk mewujudkannya. Gagasan itu kembali mengemuka seiring diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Keinginan untuk mendirikan suatu jenjang pendidikan tinggi di Sumatera Barat baru dapat diwujudkan pada tahun 1948 dengan mendirikan enam akademi, yaitu: Akademi Pamong Praja, Akademi Pendidikan Jasmani, Akademi Kadet, Akte A Bahasa Inggris, dan Sekolah Inspektur Polisi. Keenam akademi tersebut berada di Bukittinggi. Selanjutnya, keberhasilan pendirian akademi ini mendorong sebuah yayasan pendidikan bernama Yayasan Sriwijaya untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Hukum Pancasila (BPTHP) di Padang pada tanggal 17 Agustus 1951. Mengikuti langkah Yayasan Sriwijaya tersebut, kemudian pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar pada tanggal 23 Oktober 1954, Perguruan Tinggi Negeri Pertanian di Payakumbuh pada tanggal 30 November 1954, dan Fakultas Kedokteran serta Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) di Bukittinggi pada tanggal 7 September 1955. Keempat fakultas tersebut diresmikan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Seiring dengan itu, Yayasan Sriwijaya pun menyerahkan BPTHP kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Tengah. Dan, sejak itu BPTHP berganti nama menjadi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.
Kelima fakultas itu menjadi cikal bakal dalam mendirikan Universitas Andalas. Oleh karena merupakan universitas pertama yang didirikan di Pulau Sumatera, maka Bung Hatta mengusulkan nama Universitas Andalas, dengan merujuk kepada nama Pulau Sumatera yang juga dikenal dengan Pulau Andalas. Pada tanggal 13 September 1956, Wakil Presiden Mohammad Hatta meresmikan pembukaan Universitas Andalas di Bukittinggi. Selanjutnya, pada tahun 1958, untuk pertama kalinya Universitas Andalas mulai memetik hasil dengan lulusnya Mr. Rudito Rachmad sebagai Sarjana Hukum pertama. Satu tahun berikutnya, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat mewisuda pula empat mahasiswanya, yaitu Mr. Herman Sihombing, Mr. Zawier Zienser, Mr. Eddy Ang Ze Siang, dan Mr. Djalaluddin Ilyas.
dikutip dari wikipedia
0 Komentar